Menu

Nyanyian Symphony Hitam | Cerpen Naila Aulia

 

Ruang Rias Studio RCTI

Delisha dirias lebih cepat dibanding Dania, karena ia memang tidak menyukai iasan yang berlebih. Sembari menunggu Dania yang sedang dirias dibalik tirai. Bosan menunggu, fokus menatap tingkah polah spongebob dan makhluk air lewat layar ponselnya. Sesekali ia tertawa melihat adegan konyol mereka. 

“Woah! Aku pikir cuma diriku yang masih menyukai makhluk kuning itu sampai dewasa,” seru Nares tepat di samping Delisha. 

Delisha yang malas menanggapi akhirnya hanya merespon dengan lirikan tajam. “Aku tidak suka diajak bicara saat nonton. Tolong tenanglah sedikit.”

“Unik juga,” puji Nares di dalam hati. Selama 25 tahun ia hidup di dunia yang indah ini hanya dua orang yang berani mengabaikannya. Ialah Roy, kakaknya dan perempuan ini. 

“Langit Darensi Nareswara,” ucap Nares penh percaya diri. Tak lupa senyum manis ia perlihatkan guna menambah aura ketampanannya. Biasanya jika Nares sudah tersenyum begini, maka perempuan mana pun akan langsung tunduk kepadanya. Namun, nampaknya Delisha sama sekali tidak terpengaruh. Sebab, ia hanya menjawab uluran tangan Nares dengan tatapan sekilas nan super dingin. 

Nares menghembuskan nafas kasar atas penolakan Delisha, “Apakah makhluk kotak kuning itu lebih mempesona dibandingkan diriku?”

Delisha menoleh ke Nares. Ia memandang Nares selama hampir 5 detik. “Tentu.”

“Oh, baiklah. Kau sukses membuatku kesal, Nona Alamanda.”

Bella menoleh ke Nares, dahinya mengerut. 

“Biar ku tebak, pasti hatimu berkata ‘Dari mana cowok ganteng ini tahu namaku?’ ” ucap Nares sembari menirukan suara khas spongebob.

Nares kemudian merebut ponsel Dekisha dan menunjukkan sesuatu di sana, “Here your name, Nona Delisha Alamanda.” 

Delisha mengerucutkan bibirnya, ia kesal pada Nares. Apalagi Nares dengan berani memanggilnya dengan nama belakangnya. “Jangan Alamanda. Di dunia ini tidak satu pun aku izinkan memanggilku dengan nama itu.”

“Kenapa?”

“Itu nama bunga. Aku nggak suka bunga.”

“Kenapa?”

“Karena bunga lemah. Mereka terikat, seperti aku,”  tercekat. Tiba-tiba moodnya kembali anjlok setelah agak baikan gara-gara hormon euforia dari film Spongebob. Bunga selalu bisa membuat perasaan Delisha berantakan.

“Terikat karena terpaksa maksudmu?” tanya Nares semakin penasaran. Bella hanya mengangguk singkat, kepalanya ia tengadahkan. Sedikit saja ia menunduk mungkin matanya sudah tak sanggup lagi membendung air mata. 

“Putuskan saja jika kau tak sanggup. Hubungan dengan ikatan itu baik adanya, tapi jika sudah menyusahkan ya tinggalkan. Semudah itu, dan..”

“Langit Darensi Nareswara!” seru seorang perempuan bertubuh gempal dengan wajah tegas. Nares mendengus sebal, ucapannya pada Bella belum selesai karena perempuan itu seenaknya memanggil namanya. 

“Iya, Miss Reta, manajerku yang udah nggak jomblo lima hari lalu,” jawab Nares dengan nada malas. 

Perempuan gempal itu menimpuk bahu Nares dengan tangan bergelambirnya. Anak asuhnya ini memang suka sekali menggoda dirinya. Tahu begitu dia tidak akan bercerita padanya soal ketidakjombloannya itu.

 “I’m looking for you till Antartika. Cepat baik ke studio sekarang, semua orang mencarimu. Jangan sampai reputasimu rusak karena keterlambatanmu,” omel Reta lanjang lebar. Ia segera menarik Nares keluar dari ruangan itu. 

“Lima menit lagi, please. Urusanku dengan Nona ini belum selesai,” pinta Nares malang. 

“No!”

“Alamanda, kita harus bertemu lagi!” seru Nares disusul dengan suara pintu yang dibanting dengan keras oleh Reta.

Delisha memandang kepergiang Nares lewat cermin di depannya. Lagi-lagi ia ditinggalkan. Meski begitu, lengkungan kecil khas senyuman tercetak pada bibirnya. Sebait rasa bernama nyaman menyelinap ke hatinya.

***

[button link=”https://sukusastra.com/category/sastra/fiksi/prosa/” type=”big” color=”lightblue” newwindow=”yes”] Baca Juga Kumpulan Prosa Suku Sastra[/button]

No Responses

Tuliskan komentar