Menu

Resah | Cerpen Hikmatul Ika

Resah Cerpen Hikmatul Ika | https://www.liputan6.com/

 

“Boleh tahu enggak alasan menerima lamaran Mas?” tanya Mas Jingga, sedangkan aku diam membeku.

Rasanya tidak bisa berkutik barang sejengkal. Dalam hati sejujurnya merasa lega. Sebab bisa jadi Mas Jingga memang jawaban dari berbagai doa yang selama ini kumohonkan pada Semesta.

“Kalau Mas, kenapa berani melamar aku?” ungkapku tanpa bersalah. Namun sejujurnya sedikit malu mengakui sesuatu.

“Eh?” ujarnya sembari menggaruk rambut bagian belakang kepalanya. Mungkin Mas Jingga sedikit terkejut, sebab bukannya memberikan jawaban malah mendapatkan pertanyaan.

Namun dengan tatapan yang begitu berbinar Mas Jingga kembali melanjutkan, “Karena kamu adalah Kanza. Seperti arti namamu Kanza–harta tersembunyi yang memang disiapkan untuk Mas Jingga.” mendengar ungakapan itu tidak hanya membuatku terharu, tapi muncul berbagai perasaan bahagia. Salah! Lebih dari bahagia. Tuhan, beginikah rasanya dicintai pada waktu dan cara yang tepat? Gerutuku dalam hati.

Dulu, kupikir menunggu merupakan cara untuk meluluhkan hatinya. Nyatanya keliru, sepertinya semua itu sebatas dari keobsesianku semata. Sebuah obsesi yang tanpa sadar menciptakan sendiri pedih, kecewa, dan luka. Lucu. Seolah-olah aku tengah menggali pusara sendiri sembari menyalahkan keadaan dan mengkambinghitamkan dirinya.

“Dik?” ungkapnya sembari menatapku penuh tanya.

Aku terkesiap, entah sudah berapa lama menostalgiakan masa lalu dan pertemuanku dengan Mas Jingga. Ah! apakah begini rasa dari kebahagiaan murni itu? Sampai-sampai setelah pernikahan pun masih saja tidak menyangka, jika Mas Jingga memilihku sebagai pendamping hidupnya.

[button link=”https://sukusastra.com/category/sastra/fiksi/prosa/” type=”big” color=”lightblue” newwindow=”yes”] Baca Juga Kumpulan Prosa Suku Sastra[/button]

“Kok malah melamun?” tanyanya lembut. “Jadi, apa alasan Adik menerima lamaran Mas?” lanjutnya yang malah membuatku tersipu dan tidak mampu berkata-kata.

Di sisi lain aku pun tak bisa membayangkan seberapa merah meronanya kedua pipi ini?

“Emmm… rahasia” ungkapku sembari berupaya memalingkan pandangan.

Dengan sekejap aku mengikuti Mbak Nining yang sedang mengarahkan tamu undangan. Mas Jingga masih berdiri ditempatnya dengan gugup. Ah, sekali-kali menggoda suami enggak apa-apa, kan?

Dalam keraguanku kepada teman dekat itu aku selalu berdoa kepada Tuhan, “Ya Rabb, mohon hapuskanlah resah dan ragu hamba jika memang dialah imam terbaik dalam bahtera rumah tangga nanti. Namun bila bukan dia Ya Rabb, berikanlah kepada hamba suami yang terbaik dari sisi-Mu. Suami yang juga jadi sahabat dalam urusan agama, dunia juga akhirat.”

Lantas doa itu telah membawa Mas Jingga dengan cara yang tak pernah kuduga.

 

 

Tuliskan komentar