Menu

Dokter Jaga Malam | Cerpen Javier Marías | Terjemahan Ilda Karwayu

Sumber Gambar: https://highyieldtraining.com/

Sumber Gambar: https://highyieldtraining.com/

Terdengar temanku dan si dokter menuju kamar anak-anak; pemilik kamar itu sedang menghabiskan akhir pekan bersama teman-temannya di kediaman salah satu dari mereka. Posisi kamar itu tepat berseberangan dengan dapur, sama-sama berada di sisi koridor yang luas. Entah apa yang kupikirkan, seketika kursi yang kududuki itu kupindahtempatkan agar aku bisa melihat lurus ke pintu kamar. Pintu di seberang sana sedikit terbuka, mereka menyalakan lampu dengan redup, redup sekali, gumamku; seperti nyala lampu di ruang kerja ketika aku dan Claudia mengobrol sembari menunggu si dokter. Aku tak dapat melihat mereka, pun mendengar apa pun. Aku kembali membaca koran, tapi, setelah beberapa saat, aku mendongak lagi sebab kurasakan kehadiran seseorang di ambang pintu di seberang sana. Sekilas kulihat si dokter memegang jarum suntik di tangan kirinya. Ia berdiri melawan cahaya, sehingga wajahnya tak dapat kulihat. Kuperhatikan sepertinya ia kidal: terlihat momen di mana dokter dan perawat mengangkat jarum suntik di udara dan menekan pendorong flux suntik, sedikit saja, untuk memastikan cairan keluar dan tak ada yang menyumbatnya. Ketika aku masih kecil, itulah yang biasa dilakukan oleh Cateyano—perawat pribadi di rumahku. Setelah melakukan tindakan itu, si dokter membalikkan badan dan menghilang dari pandanganku. Claudia pasti sedang berbaring di salah satu tempat tidur anak-anak, dan barangkali cahaya di sana, yang bagiku terlalu redup, telah cukup terang bagi si dokter. Kuasumsikan ia akan menyuntik Claudia di area bawah tubuhnya. 

Perhatianku kembali pada koran dan waktu berlalu, sangat lama, sebelum Claudia dan dokter itu, sekali lagi, berdiri di ambang pintu. Tiba-tiba aku merasa usil dan terpikir olehku bahwa mungkin mereka benar-benar menungguku masuk kamar; agar mereka dapat keluar dan saling mengucap selamat tinggal. Terlintas di benakku bahwa, saat aku asyik membaca berita olahraga kontroversial, mereka mungkin diam-diam menyelinap ke luar ruangan tanpa kusadari. Mencoba untuk tidak menimbulkan suara sehingga, setidaknya, si tua Hélie yang sedang tertidur itu tidak terbangun; aku pun beranjak tidur. Sebelum meninggalkan dapur bersama koran yang kuapit di ketiak, lampu kumatikan, momen hening saat mematikan lampu di sana (momen tepat sebelum kuayunkan langkah pertama di koridor) bertepatan dengan munculnya dua bayangan di pintu—temanku Claudia dan si dokter jaga malam. Mereka berhenti di ambang pintu, dan dari posisiku yang gelap itu, kulihat mereka mengintip ke arahku, setidaknya begitulah yang kupikirkan. Pada saat itu, apa yang terlihat oleh mereka adalah lampu dapur yang telah padam, dan karena tubuhku tak bergerak, mereka mungkin mengira aku telah masuk ke kamar tanpa mereka sadari. Jika aku membiarkan mereka percaya pada penglihatannya (padahal kenyataannya aku tetap tidak bergerak setelah melihat mereka), itu karena, si dokter yang berdiri melawan cahaya, sekali lagi, mengangkat jarum suntik di tangan kirinya. Sedangkan Claudia, dengan setelan gaun tidur lengkapnya itu, berpegangan erat pada lengan kanan si dokter seolah-olah ingin menanamkan keberanian melalui sentuhan, atau mengembalikan ketenangan dengan napasnya. Jadi, bergandengan tangan, terikat oleh kepentingan bersama, mereka pindah dari kamar anak-anak; dan aku tak lagi ada dalam penglihatan mereka, tapi aku mendengar pintu kamar utama dibuka—tempat Hélie tertidur, dan semakin dekat kudengar itu. Kupikir bahwa mungkin, sesegera setelah itu, aku akan mendengar langkah si dokter, ditinggalkannya Claudia di kamar itu lalu pergi dari sini, dan selesailah misi medisnya. Akan tetapi, bukan itu yang terjadi, hal selanjutnya yang kudengar malam itu adalah suara pintu kamar utama yang ditutup setelah si dokter masuk dengan sangat pelan dan jarum suntik di tangan kirinya.

[button link=”https://sukusastra.com/category/sastra/fiksi/prosa/” type=”big” color=”lightblue” newwindow=”yes”] Baca Juga Kumpulan Prosa Suku Sastra[/button]

Dengan sangat hati-hati kulepas sepatu, kemudian berjalan menyusuri koridor menuju kamarku; menanggalkan pakaian, naik ke tempat tidur dan menuntaskan pembacaan koranku. Sebelum mematikan lampu, aku menunggu beberapa detik dan dalam penantian singkat itulah akhirnya kudengar suara pintu depan terbuka dibarengi dengan suara ucapan selamat tinggal dari Claudia kepada dokter dalam bahasa Spanyol: “Sampai jumpa dua minggu lagi. Selamat malam, dan terima kasih.” Benarlah adanya bahwa aku masih merasa ingin bicara sedikit lebih banyak dalam bahasaku sendiri pada malam itu dan aku telah melewatkan dua kali kesempatan untuk melakukannya dengan rekan senegaraku itu, si dokter. 

Aku kembali ke Madrid keesokan paginya. Sebelum berangkat, aku punya waktu untuk bertanya pada Claudia tentang keadaannya, dan dia bilang dia baik-baik saja—rasa sakitnya sudah hilang. Hélie, di sisi lain, malah tak kunjung membaik setelah ekses semalam; dan menyampaikan rasa menyesalnya karena tak dapat mengucapkan selamat tinggal padaku secara langsung.

Aku bicara padanya di telepon setelah itu (dia mengangkat telepon pada satu kesempatan ketika kutelepon Claudia dari Madrid pada bulan-bulan berikutnya), tapi terakhir kali aku melihatnya adalah ketika meninggalkan apartemennya malam itu—setelah acara makan malam bertujuh dan aku mesti mengantar wanita muda asal Italia, yang tak kuingat namanya, kembali ke apartemennya. Dan, karena tidak kunjung berhasil mengingat siapa namanya, aku tidak berani jamin jika suatu saat pergi ke Paris, aku akan berani bertanya pada Claudia kabar wanita itu; karena sekarang Hélie telah meninggal, aku tidak mau ambil risiko untuk cari tahu bahwa mungkin dia juga telah jadi janda sejak kepergianku.

 

 

Javier Marías lahir di Madrid pada 1951; telah banyak menulis novel, cerita pendek, dan esai. Novelnya Corazón tan blanco meraih Penghargaan Sastra Internasional Dublin. Cerita pendek Dokter Jaga Malam diterjemahkan dari versi bahasa Inggris berjudul “The Night Doctor”—terjemahan Margaret Jull Costa.

 Naskah asli: https://bombmagazine.org/articles/the-night-doctor/

Tuliskan komentar