Menu

Lukisan Tato Wajah Sebagai Kerja Dokumentasi | Huhum Hambilly

 

 

Photo: Huhum Hambilly, Nandi Yoga

 

Nandi Yoga, salah seorang penato sekaligus perupa tengah memamerkan serial karya lukis “Wajah Bertato” selama kurun 6 sampai 20 Juli 2018 di Galeri Seni R.J Katamsi, Jl. Parangtritis, Km. 6, 5, Yogyakarta. Tidak hanya Nandi, bersama 22 mahasiswa jurusan Seni Murni dari berbagai angkatan melakukan pameran tunggal secara berkelompok. Pameran merupakan bagian dari Tugas Akhir mahasiwa, karya ditempatkan pada 4 lantai galeri dengan menampilkan berbagai karya seni, diantaranya lukis, grafis dan patung. Tak hanya untuk kepentingan akademis semata, pameran juga sebagai tanggung jawab sosial, sebab publik dapat mengaksesnya. Hal ini menjadi upaya konkrit untuk menjaga hubungan baik antar institusi pendidikan dan masyarakat.

Arya Sucitra, dosen penguji sekaligus pengelola galeri dalam pidato pembukaan pameran menyampaikan, “Ini adalah salah satu cara kita bersama untuk membuat event yang termanajemen dan terorganisir dengan baik, kemudian untuk diakses publik.” Menurutnya, hal ini menjadi penting untuk dipamerkan, sebab karya TA, tidak dipersiapkan hanya 1, 2 bulan, seminimal 10 semester, bahkan bertahun-tahun, “Sayang jika tidak dibuka untuk publik.” terangnya.

Ekposisi milik Nandi Yoga adalah yang paling menarik mata. Nandi menampilkan 20 karya lukis berupa potret, keseluruhan wajah dalam potret terdapat tato, baik yang penuh maupun sebagian. Bahkan, pada hari pembukaan pameran, penato kelahiran Jogja ini membuat demo menato di wajah untuk memperlihatkan kepada publik bagaimana proses mentato di bagian wajah. Para pengunjung cukup tertegun menyaksikan peristiwa ini. Lewat karya lukis ‘Wajah Bertato’, Nandi Yoga hendak membuat reportase mengenai fenomena tato di wajah sebagaimana yang bisa ia saksikan di masa ia berkarya. Nandi menyampaikan, “Wajah bertato menjadi menarik bagi saya karena keberanian tiap individu membuat identitas baru yang sangat terlihat, meskipun di Indonesia tato masih dipandang sebelah mata.”

Beberapa wajah yang dilukis Nandi cukup mudah dikenali. Terlukis Aman Durga Sipatiti, penato tradisional kelas internasional. Bagi pecinta musik akan mudah menebak wajah Bob dan Mike Marjinal, keduanya adala perintis musik punk Indonesia yang paling populer.  Ada juga Bob Sick, seorang perupa kontemporer ternama yang karyanya kental dengan spirit ala Basquiat. Kemudian gambar Rahung Nasution, aktivis kuliner Nusantara yang juga pembuat film “Mentawai Tato Revival”. Di salah satu sudut, ada pendeta fenomenal asal Semarang, yang pernah diundang dalam program “Kick Andy”, adalah Agus Sutikno. Beberapa karakter tersebut sengaja Nandi pilih oleh sebab mereka tokoh yang inspratif, “Terutama bagi masyarakat yang memiliki tato.”ucapnya.

Tak hanya tokoh terkenal, Nandi juga meukiskan kawan-kawannya yang punya tato wajah. Salah satunya potret perempuan belia, Nadia, yang tengah khusyuk berdoa. Nandi lebih memilih metode wawancara mendalam sebelum melukisnya. Nadia misalnya, diketahui dengan bertato kerap mendapat job foto model dan endorser untuk katalog-katalog produk online. Lain hal dengan, Ricky Cunk, ia menjadi cuplikan dari dunia kustom kulture (modifikasi kendaraan bermotor) dan komunitas hip-hop. Narasi-narasi yang dibangun lukisan Nandi banyak menceritakan latar belakang sosok dengan menghadirkan benda-benda yang mengidentifikasikan profesi, seperti alat cukur, alat sablon, alat memasak dan lain-lain. Nandi juga menawarkan materi-materi secara simbolik. Sebagaimana ia katakan, misal soal burung, “Burung adalah hewan yang mempunyai sayap dan bisa terbang kemanapun yang diinginkan. Burung dalam karya saya dimaksudkan  sebagai simbol kebebasan setiap individu wajah bertato, karena tato tidak ada batasan kecuali dari diri sendiri yang membatasi.” Nandi menambahkan, bahwa pemilihan sosok tersebut tak hanya karena bertato semata, “Mereka sengaja saya pilih dengan kriteria bahwa mereka berkarya dengan produktif dan positif.”

Tak kalah menarik ada lukisan mengambil obyek tato wajah berupa peta Indonesia, nampak mengandung daya ekstrim. Lukisan peta Indonesia di wajah, seperti hendak menawarkan beragam tafsir. Kehadiran peta Indonesia dalam Tato wajah memungkinkan pembacaan makna seputar nasionalisme, ke-Indonesiaan, kebhinekaan, integritas hingga hal-hal lebih luas melalui tato. Bagi Nandi, tato seperti telah menjadi instrumen dalam berkesenian, lewat tato ia lebih leluasa dalam menggauli berbagai aspek kehidupan, praktis namun sekaligus filosofis

Proses kreatif seni rupa Nandi dibangun lewat tarik ulur atau ulang alik dunia formal dan informal (subkultur), ia memuat konsep estetika kontemporer beserta narasi-narasi manusia Indonesia lewat tato. Melihat pameran Nandi adalah melihat masyarakat bertato dengan segala kehidupannya, tato dalam karya Nandi lebih menampilkan aspek pluralitas. “Keberagaman dan latar belakang yang berbeda-beda tato di wajah membuat saya lebih tertarik untuk menuangkan ke dalam bentuk seni lukis.” Kata penato yang hobi modifikasi kendaraan.

Nandi mulai serius menggeluti dunia tato semenjak tahun 2011 dengan mendirikan studio Mangsi Tattoo yang berlokasi di Balecatur, Gamping, Sleman, Yogyakarta. Kini di usianya yang relatif muda, 25 tahun, karya tatonya telah banyak diapresiasi, terutama lewat kejuaraan tato, diantaranya, The Best 1st Kebumen Tattoo Festival 2013, The Best 3rd Dark Side Freaky Friday 13 Magic Ink 2013, The Best Tattoo Collaboration Kustomfest 2014 dan sebagainya. Semenjak 2013, Nandi juga turut aktif bersama komunitas GENTO (Gerombolan Tukang Tato) yang setiap setahun sekali menggelar acara Tattoo Merdeka, sebuah acara tato yang bertepatan dengan hari kemerdekaan dengan fokus pada tema atau upaya kepedulian sosial.

Tato, telah memberinya kehidupan tersendiri, Nandi cukup diuntungkan dengan tato sebagaimana terlontar dari Dosen pembimbingnya, Arya Sucitra, dalam pembukaan pameran. “Nandi dari tato dapat duit sekaligus dapat gelar sarjana”. Proyek “Tato Wajah” digarap selama 4 hingga 5 bulan, ada beberapa hal memberi kesan tersendiri bagi Nandi, “Dengan tato saya bisa melihat atau mengerti tentang kepribadianlebih dalam.” Ketika mengontak pendeta dari Semarang, Agus Sutikno, saya yang malah banyak ditanyai, tentang mengapa saya mengambil tema ini, saya juga diceramahi dan saya disuruh untuk langsung datang kesana menemuinya untuk berbincang langsung. Begitu Nandi menambahkan.

Melalui karya lukisnya, Nandi  bermaksud menggali makna-makna para pemakai tato wajah. Ia mengeksplor karakter personal sekaligus menghadirkan beragam konteks yang menyertainya, dari religi, tradisi, psikologi, ekonomi, sosial, politik dan lain sebagainya. Proses kreatif tersebut dijelajahi meliputi gagasan-gagasan mengenai realita sosial yang tertuang sebagai bahan ekspresi penciptaan karya seni lukis. Akhirnya sajian karya “Wajah Bertato” Nandi Yogya tampil lebih strategis sebagai upaya dokumentatif, lukisan menjadi sumbangan konkrit dalam menggambarkan perkembangan seni tato di Indonesia. Sebab upaya dokumentasi ataupun kerja literasi di bidang tato masih tergolong minim.

 

Huhum Hambilly. Tinggal di Yogyakarta, aktif meggiatkan berbagai acara seni, baik di bidang seni rupa, sastra, musik juga literasi. Berminat pada topik kesenian subkultur urban. Dalam banyak kesempatan kerap menulis artikel untuk kegiatan pameran seni rupa.

No Responses

Tuliskan komentar