Menu

Dunia Teater di Tengah Pandemi (Sesi I)

Himpunan Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) bekerja sama dengan Keluarga Mahasiswa Sastra Indonesia (KMSI) UNY menyelenggarakan diskusi virtual bertema Dunia Teater di Tengah Pandemi pada Sabtu, 11 Juli 2020 melalui Google Meet.

Dua pembicara yang dihadirkan adalah Muhammad Rasyid Ridlo, S.S., M.Pd., dan Febrinawan Prestianto, S.S. Berikut ini adalah rangkuman pembicaraan dengan kedua pembicara tersebut.

 

DISKUSI SESI I

Pematik: Muhammad Rasyid Ridlo, S.S., M.Pd.

Moderator: Putri Prihartini

 

Tema yang diangkat dalam diskusi ini sangat relevan dengan  keadaan  sekarang  dan masih hangat di Indonesia yang sedang mengalami pandemi corona. Ada beberapa poin dalam diskusi ini. Ada tiga poin pada tema ini yaitu:

  1. Motif kreator

Teater merupakan media berkatarsis ria, merupakan tempat untuk menyucikan  jiwa. Ketika hal-hal lain tidak bisa terakomodasi lewat media lain, maka dapat menawarkan perspektif baru melalui teater. Dunia diluar teater lebih dramatis. Jika  merujuk  pada definisi teater adalah adanya interaksi antara panggung dengan penonton maka di situasi seperti ini kita memang tidak harus memaksakan diri untuk berteater, kita  harus berempati dengan yang lain, maka beberapa acara ditiadakan karena sulit mendapatkan izin. Teater itu kehidupan. Di situasi ini kita bisa mengalihkan teater dengan pekerjaan yang menggunakan sarana-sarana/media-media yang lain. Motif kreator pada saat adanya pandemi ini bisa diadaptasikan ke pekerjaan-pekerjaan yang sangat basic. Teater di situasi seperti ini bisa dialihkan ke kehidupan lain seperti berjualan,  bertani karena itu juga merupakan teater atau tetap survive.

  1. Medium teater masa kini

Aura/rasa menonton teater langsung atau di Youtube memang agak berbeda. Namun mengenai  liveness atau pertunjukan  langsung juga sebenarnya kita nonton teater itu tidak benar-benar langsung, dimana sekarang sudah dibantu dengan sound system, dibantu dengan teknologi pencahayaan, dan clip on. Sebenarnya langsung atau tidak langsung itu sama saja, artinya ketika menonton langsung itu pun tidak benar-benar langsung namun sudah banyak distorsi-distorsi oleh alat teknologi. Idealnya ketika kita  menonton pertunjukan Youtube atau langsung harusnya memang sama. Di jogja ada suatu gebrakan yang diprakarsai oleh Mbak Agnes dan Mas Irwan untuk mendokumentasikan teater agar dapat ditonton dan tetap membayar tiket, channel-nya adalah Potluckteater. Hal itu dilakukan untuk menjaga kontinuitas teater. Sebenarnya teater merupakan kerja menyenangkan.

  1. Jalan teater

Teater tanpa kompromi yang berfokus pada dunia teater dengan tidak memedulikan uangnya dari mana atau dapat uang atau tidak melalui teater, berfokus pada teater merupakan media katarsis. Teater yang berkompromi, secara finansial menerima uang baik dari sponsor atau bantuan dari pemerintah tetapi tetap kritis dengan lingkungan sekitar.

4. Teater kampus

Lalu, bagaimana nasib teater yang merupakan mata kuliah atau sering disebut pentas drama yang ada di UNY?

Pentas drama bisa saja dilakukan tetapi kita juga harus menghargai lingkungan di masa pandemi ini, kita harus memperhatikan kesehatan. Buat apa kita mau menyuarakan hal yang baik melalui teater tetapi kita abai dengan lingkungan sekitar,  itu merupakan hal yang tidak baik. Sebenarnya pengalaman berkarya teman-teman yang secara individual lebih penting.  Pentas drama atau motivasi untuk berteater ini bisa kita negosiasikan ulang.

[button link=”https://sukusastra.com/category/sastra/nonfiksi/” type=”big” color=”red”] Baca Kumpulan Artikel Suku Sastra[/button]

Pertanyaan 1

Bagaimana implementasi mata kuliah kajian drama/pentas drama di dalam kondisi yang seperti ini? Apakah tetap ada atau ada altematif lain, apakah sudah ada kebijakan-kebijakan?

Mata kuliah pentas drama ini sifatnya sama seperti anak-anak teknik yang membuat produk atau merupakan mata kuliah praktik, untuk saat ini kita harus mematuhi anjuran dari surat edaran rektor yang tidak boleh berkerumun. Jika melihat kurikulum pada mata kuliah pentas drama ini, hasil mata kuliah ini adalah memiliki pengalaman berproses untuk memproduksi sebuah karya yang basiknya dari sebuah karya drama dari teks drama, maka kemarin teman-teman KMSI mata kuliah ini dialokokasikan untuk podcast membaca cerpen yang intinya juga sama yaitu memproduksi sebuah karya. Untuk yang semester depan jika masih adanya pandemi ini sebenarnya ada beberapa siasat. Mungkin dapat disiasati dengan tetap melakukan proses seperti pentas drama tetapi dengan audio dan memahami naskah drama atau masih ada penyesuaian­ penyesuaian lain. Ketika berteater dengan menjadikan mata kuliah sebagai  acuan itu tidak pas sebenarnya, sebenarnya pentas lebih bagus tidak terpaku pada mata kuliah saja.

 

Pertanyaan 2 (Nurhidayatul Islam)

Apabila tetap dijadikan atau dilaksanakan teater secara langsung dan bersama, relevankah pelaksanaannya di tengah pandemi?

Di situasi yang sekarang ini untuk melaksanakan teater susah atau agak mustahil karena susahnya mengurus perizinan. Di masa yang seperti ini, seharusnya kita  mengalokasikan  ke  kegiatan positif seperti membantu orang tua dan lingkungan sekitar.

 

Pertanyaan 3 

Banyak teman-teman yang sudah menyiapkan untuk pentas kajian drama, apakah masih ada atau ditiadakan?

Sejauh ini ditiadakan, namun kita belum tahu ke depannya akan seperti apa.

[button link=”https://sukusastra.com/category/sastra/nonfiksi/” type=”big” color=”red”] Baca Kumpulan Artikel Suku Sastra[/button]

Pertanyaan 4 (Antonius Indra)

Minta saran untuk mempertahankan semangat mahasiswa yang tidak bisa berproses bagaimana? Biar hasrat untuk berteater tetap ada.

Memperdalam skill atau keterampilan. Skill apa pun yang bisa digunakan untuk situasi yang lebih baik.

Mengisi dengan hal-hal yang bisa dilakukan di rumah, misalnya menulis, membaca dan mengasah keterampilan-keterampilan lain.

 

Pertanyaan 5 

Apa yang perlu dipersiapkan untuk memulai terjun ke dunia teater bagi pemula?

Banyak hal yang dapat dipersiapkan, yaitu menyiapkan diri dari depan dan belakang. Tidak hanya soal keaktoran, kita harus dapat merawat penonton dan memperhatikan elemen-elemen lain. Untuk terjun ke teater disesuaikan dengan passion kita juga, apakah wilayah keaktoran, sutradara, penulis, tata cahaya, musik dan lain-lain. Hal yang perlu dipersiapkan yang lain adalah menonton teater agar mempunyai banyak referensi.

 

Pertanyaan 6 (Laila)

Kira-kira kalau dilakukan dengan bentuk virtual minusnya apa saja dan apakah jika dialihkan dengan bentuk virtual rasa teater itu pudar?

Yang hilang adalah proses interaksi antara penonton dengan yang ditonton dan penonton dengan penonton lain tidak ada. Tetapi sebenarnya makna teater itu juga bisa ditangkap. Rasa menonton secara langsung dan interaksi tersebut yang pudar.

 

Pertanyaan 7 (Zaki)

Di kelas drama UNY itu memproduksi naskah drama juga atau tidak?

Kalau di UNY, teman-teman dipersilakan, apakah pementasannya mau menggunakan naskah drama sendiri atau naskah-naskah yang sudah ada.

 

Kesimpulan

Di situasi seperti ini kita memang tidak harus memaksakan diri untuk berteater, sejatinya teater itu kehidupan. Teater juga bisa di-share dan ditonton dengan media yang sekarang sudah canggih. Mengenai pentas drama bisa saja dilakukan tetapi kita juga harus menghargai lingkungan di masa pandemi ini, kita harus memperhatikan kesehatan. Di situasi yang sekarang ini untuk melaksanakan teater itu tidak memungkinkan, seharusnya waktu yang kita punya dapat dialokasikan ke kegiatan-kegiatan yang positif.

Tuliskan komentar