Menu

Wanita yang Luput dari Isi Kepalanya | Cerpen Ichsan Nurseha

Sumber: https://id.depositphotos.com/stock-footage/kereta-api-vietnam.html

Sumber: https://id.depositphotos.com/stock-footage/kereta-api-vietnam.html

Gerimis tipis, untungnya. Jika saja datang hujan dan angin badai, bisa kelimpungan wanita jelita itu. Ia bernama Loly. Ketika mengurusi rumahnya yang hanya berbahan dari seng-seng bekas, sewaktu di musim hujan begini, ia sering kali stay di rumah untuk berjaga-jaga dan mengantisipasi kalau ada air yang masuk di rumah bedengnya. Bapak-ibunya telah lama pisah, keduanya memang sama-sama doyan selingkuh. Dan Loly yang sewaktu itu tahu, tanpa berpikir panjang langsung memutuskan untuk minggat. 

“Betapa koplak,” pikirnya, “dua orang yang semula saling berjanji atas nama cinta, tetapi malah bermuara pada titik perpisahan. Semurah itukah perasaan yang melebur dengan komitmen? Lalu, di manakah letak kesadaran dan kepekaan bekerja di dalam hati dan jiwa manusia?”…

 

Maka, semenjak itu Loly kabur dan memberanikan diri untuk tinggal dan bergabung dalam suasana hidup panti asuhan. Ia tentu sudah memikirkan dan merenungkannya matang-matang bahwa tidak ada lagi uang jajan bulanan, tidak ada lagi kamar dengan padanan boneka yang dibalut udara air conditioner (AC), dan beberapa hal yang lain ketika ia meninggalkan rumah. Tetapi waktu hanya memberinya kurang lebih tiga tahun lamanya, panti asuhan itu langsung digusur. Sebab bangunan panti asuhan itu ternyata terkena jalur tanah sengketa. 

Setelah itu, pihak penggusur dengan seenak jidatnya tidak bertanggung jawab terhadap yayasan tersebut. Diplomasi di antaranya tidak terhubung dengan baik dan komunikasi yang berjalan akhirnya menyembul menjadi sebuah kekuasaan; yang kuat melawan yang tidak berdaya. Sehingga pihak yayasan pun merasa sangat lemah untuk berdaya kemudian menyerah dan tidak bisa berbuat apa-apa. Sebab, beberapa relasi yang telah lama dibangun dalam sebuah yayasan tersebut juga diketahui diisi oleh orang-orang yang korup. Betapa sungguh aneh, ya tapi begitu memang yang terjadi. Kemudian, beberapa dari mereka(anak-anak) ada yang memberanikan dirinya menjadi gelandangan, bertaruh nasib di persimpangan lampu merah, dan beberapa yang lain mencari peruntungan menjadi kuli angkut di pasar. 

**

Langkah Loly tidak berhenti, ia terus berjalan. Loly memilih hidup di sebelah komplek rel kereta api. Beberapa fenomena kehidupan yang menimpa dirinya menjadikan dirinya sebagai petarung yang seolah-olah mentalnya sudah terpatri sampai menimbulkan sikap matang penuh keberanian. Baginya, tinggal di sini merupakan suatu hal yang tidak buruk untuk sekadar transit, beruntung ia masih mendapati tanah yang agak lapang, dan cocok kiranya untuk membuat rumah kecil di antara penghuni lainnya. Tentu, ia tidak hanya sendiri. Ia ditemani oleh teman satu kamarnya dulu sewaktu di panti asuhan, ia bernama Nengsih. Mereka berdua tidak terlalu jauh dalam soal umur, sehingga dengan berjalannya waktu mereka telah menemukan dan memaklumi beberapa hal yang melahirkan suatu ikatan persaudaraan dalam hubungannya.

Hidup di samping rel kereta api memang kerap kali membuat dirinya gemas ketika klakson kereta itu dibunyikan. Tapi, ya mau bagaimanapun juga, ia dan Nengsih tetap setia tinggal di sini. Karena di sini untungnya selalu luput dari pengawasan orang-orang usil yang selalu mengatasnamakan “penertiban orang-orang liar”.Enak saja, ngomong sekarep udelnya sendiri. Kalau kalian mau bertanggung jawab atas perilaku kalian itu masih mending, lha ini kalian tidak melakukan apa-apa. Malah, sering kali kalian lari begitu saja setelah bangunan kami dirobohkan…” Begitu kurang lebih alasan Loly dan temannya yang bernama Nengsih itu.

**

Ketika cuaca sedang terik-teriknya. Kerikil-kerikil yang meranggas dalam pertapaannya di bawah silau cahaya matahari mengeluarkan bau aromanya. Dan rumah seng yang berdiri itu mengeluarkan hawa yang sangat pengap. Loly dan Nengsih segera keluar, dan duduk di atas bangku kayu yang reot hasil buatan mereka sendiri.

“Wudu, panasnya nyentrik banget nih, Nengs” sembari mengoyak kerah kaosnya yang bercampur keringat.

“Iya nih, Ly. Tumben panasnya nyengat, yaa” sahut Nengsih.

“Kamu hari ini ada rencana pergi, Nengs??”

“Belum tahu nih. Bu Oyot kan lagi umroh, jadi pesanan lontong kayaknya juga nggak ada, Ly..”

“Oh, iya ya. Pantes aja kamu bisa tidur sampai siang begini. Biasanya kan kamu rajin banget bangun pagi..” 

“Iya, Ly. Bete sebetulnya ngga ada kerjaan. Bu Oyot masih lama juga pulangnya”

Mereka berdua masih tepekur di bangku reotnya itu. Sambil beberapa kali melihat kereta yang melintas di hadapannya. Satu dua dering bunyi bel terdengar. Kemudian, Loly beranjak pergi dan masuk dalam bedengnya. Ia mandi, di kamar kecil darurat yang ia buat sendiri. Untungnya, tempat singgahnya itu tidak jauh letaknya dari bibir sungai. Meskipun airnya bau dan kotor, ia tetap bisa menyiasatinya agar setelah mandi ia bisa tetap terlihat segar dan tampak wangi.

Nengsi yang masih berdiam diri di bangku reot, menegur Loly yang sudah berdandan rapi.

“Mau ke mana, Ly?”

“Mau beli peralatan make-up, Nengs. Ikut yuu!!” balasnya sambil menguncir rambutnya yang masih tampak basah.

“Ya ampun, Loly. Itu peralatan make-up udah seabrek-abrek. Dan, lagian juga isinya masih banyak. Aku aja kan selama ini jadi pakai punya kamu, yang kebanyakan setelah kamu beli tapi kamu nggak pakai lagi..”

“Nengsih, denger ya dan perhatikan baik-baik” tegas Loly,  kemudian ia melanjutkan “Itu semua tuh ngga ada yang cocok dengan kulitku yang kenyal ini. Beberapa dari produk yang telah aku beli, malah menimbulkan jerawat dan juga gatal-gatal. Makanya aku mau beli lagi nih, cari yang cocok.” sambil membubuhi mukanya dengan bedak yang menyebabkan kulitnya menjadi gatal-gatal.

“Sayang sekali ya, Ly, uang tabungan pemberian dari almarhum kedua orang tuamu harus dihabiskan dengan membeli peralatan yang itu-itu saja..”

“Ya nggak papa, Nengs, terserah aku dong mau diapain tuh tabungan. Uang ya, uang aku. Tabungan ya, tabungan aku. Ya udah, aku pergi dulu, Nengs, kalau kamu nggak mau ikut!!”

Loly tidak menghiraukan pernyataan tersebut. Ia kabur setelah mendengar pernyataan dari kawan se-bedengnya. Kejadian ini memang seringkali memuakkan Nengsih terutama, tetapi ia tetap tidak akan meninggalkan kawan karibnya sedari dulu ketika masih sama-sama hidup di panti asuhan. Nengsih akan terus menemaninya.

Namun, seketika Loly yang sedang bergegas pergi dalam perjalanannya, tiba-tiba pada kesempatan ini sebuah kereta yang seringkali lewat rumah bedengnya tidak membunyikan klakson. Sang Masinis yang baru saja kembali ke ruangannya sambil merengkuh gelas kopi tiba-tiba menyaksikan sebuah peristiwa yang seringkali ia tidak inginkan. Gelas kopi yang baru saja ia pegang jatuh dan berantakan, langsung membasahi dan menyelimuti permukaan jiwa-jiwa yang gelisah.[] Tangerang,  2021.

Tuliskan komentar