Sitti Nurbaya adalah anak saudagar kaya yg bernama Baginda Sulaiman. Sitti Nurbaya dan Samsulbahri sudah berteman sejak kecil hingga dewasapun mereka semakin akrab. Pada akhirnya merekapun mengikat janji saling mencintai.
Datuk Maringgih adalah saudagar terkaya di Padang, ia berusaha menjatuhkan usaha Baginda Sulaiman agar tak ada yang menyaingi kekayakanya. Usaha Datuk berhasil dan kini Baginda Sulaiman jatuh miskin. Datuk kemudian bak pahlawan meminjami sejumlah uang kepada Baginda Sulaiman untuk kembali membuka usaha. Sialnya Baginda Sulaiman kembali bangkrut. Kesempatan ini dimanfaatkan Datuk Meringgih untuk mendapatkan Sitti Nurbaya, guna melunasi hutang-hutang Baginda Sultan. Sitti Nurbaya pasrah. Setelahnya, surat panjang ditulis untuk Samsulbahri yang merantau. Hancurlah hati dan pengharapanya.
Novel Sitti Nurbaya sebagai roman tragedi seolah menjadi patokan dari terjadinya kawin paksa oleh orangtua. Sebenarnya Novel ini lebih berat dalam mengkritik adat masyarakat Padang tentang pola jual beli dalam pernikahan. Marah Rusli juga mengkritik tentang adanya konsep tuan dan budak dalam pernikahan, di mana istrilah sebagai budaknya.
Jika ditilik lebih dalam, Novel Sitti Nurbaya berkesan pro penjajah, diketahui dengan salah satu tokoh utamanya memihak pemerintahan kolonial. Hal ini bisa saja terjadi karena siasat Marah Rusli agar karyanya ini bisa terbit dan suaranya tersampaikan.
Marah Rusli bernama lengkap Marah Halim bin Sutan Abubakar. Ia dilahirkan pada tanggal 7 Agustus 1889. Ia tamatan dari Sekolah Rakyat, Sekolah Raja di Bukittinggi, dan lulus menjadi dokter hewan di Bogor.
Sumber: SERATUS BUKU SASTRA INDONESIA YANG PATUT DIBACA SEBELUM DIKUBURKAN. Wahmuji.