Menu

Senandung Pucuk Merah | Puisi-Puisi Syukur Budiardjo

SENANDUNG PUCUK MERAH

 

Air hujan deras menyapa
Daun pucuk merah. Tangannya
Memeluk rahmat-Nya. Ketika
Kelam menyergapnya

Air mata menetes
Di rona merah. Pipinya
Ketika Rain and Tears
Aphrodites Child memanggilnya

Senandung pucuk merah
Memecah air mata. Berkeping
Bulan tak tampak. Desah
Dara memeluk angin puting

Cibinong, 23 Oktober 2020

 

 

 

 

 

DAUN TEH, LANGIT BIRU, GUNUNG RINDU

 

jika ada tanaman yang selalu kukecap
hingga sari-sari syahdunya meluap
mengalir di dalam darahku
engkaulah daun teh itu

jika ada langit biru menebar benih cinta
hingga rona kasihnya membara
mengharu di dalam hatiku
engkaulah langit biru itu

jika ada gunung rindu memanggil-manggil
hingga lava gairahnya menggigil
menggema di dalam jantungku
engkaulah gunung rindu itu

Cibinong, 10 Oktober 2020

 

 

[button link=”https://sukusastra.com/category/sastra/fiksi/puisi/” type=”big”] Baca Kumpulan Puisi Suku Sastra[/button]

 

 

 

KULUMAT CINTAMU

 

ketika cuaca
dingin berkabut
hujan merajut
malam melumut
nyanyian katak melamat
sinyal mesra kian melemot
lenguh rindu hampir melimit
tak kubuang waktu kulumat cintamu

Cibinong, 20 Desember 2020

 

 

 

 

 

LIDAHMU DAN NERO

/1/
Ketika kau menatapku dengan foto selfie,
juga wajah ayu atau cantik itu barangkali
mata elang tak berkedip walau cuma sekali,
degup jantungku jadi kencang berlari.
Karena kau seolah tepat di depanku berdiri.

/2/
Ketika kilatan lidah indahmu itu kau julurkan
dipeluk bibir merah merekah nan menawan,
aku teringat Nero si penjaga rumah mewah kawan.
Anjing herder bermata tajam bertaring menakutkan
menjulurkan lidah kelu dan galau memabukkan.

/3/
Wahai, mungkinkah tajamnya matahari siang
menjadi neraka atau setitik air kau harap menjelang.
Atau mungkinkah itu sebuah isyarat menantang
dengan sabar kau menungguku agar segera datang
masuki kamar rahasiamu hingga malam mengguncang.

Jakarta, 14 Desember 2020

 

 

 

[button link=”https://sukusastra.com/category/sastra/fiksi/puisi/” type=”big”] Baca Kumpulan Puisi Suku Sastra[/button]

 

 

TULISLAH AKU SEBAGAI SAJAK

 

Tulislah aku sebagai sajak
Hingga lekukku yang tak tampak. Sekalipun
Ketika hujan pagi merimbun. Jangan merana
Karena aku diciptakan untukmu

Memang sederhana
Terimalah apa adanya
Maka jangan kau sembunyikan cintamu
Untukku. Hanya untukku. Selalu

Hingga jala waktu
Yang ditebar terangkat
Pada saatnya nanti. Pasti
Cibinong, 5 Maret 2021

 

 

 

 

 

 

TITIR RINDU KALI CILIWUNG

 

Saat hujan dan mendung seperti sekarang ini
Kau tentu teringat terpaku selalu padaku, Ani
Kala tersaji secangkir kopi dan seporsi soto mi
Lalu kita lahap tandas di dekat Taman Topi

Kau tahu aku mengukir takdir di kota hujan
Rimbun tetes air menggunung di Kali Ciliwung
Mengalir deras menghempas menakutkan
Hingga Jakarta dikepung banjir yang murung

Karena kau tinggal di kota hilir jauh dari hulu
Air meruah tumpah bukan daku kirimkan padamu
Itu titir rindu bulan Januari seperti yang dulu-dulu
Seperti suling dan salung nyanyikan senandung pilu

Cibinong, 18 Januari 2020

 

 

[button link=”https://sukusastra.com/category/sastra/fiksi/puisi/” type=”big”] Baca Kumpulan Puisi Suku Sastra[/button]

 

 

 

ANDAIKAN AKU MASINIS

 

Andaikan aku masinis dan kau gerbongnya
Akan kubawa kau menyusuri rel sepenuh jiwa
Kita susuri rel berliku mendaki dan menuruni
Menembus kabut dan gelap malam yang sunyi

Rel memanjang membentang di depan mata
Bantalan rel adalah kau dan aku yang setia
Saling memeluk menapak hari meski kelabu
Lalu kubawa kau melaju ke stasiun rindu

Lokomotif dan gerbong tak terpisahkan
Masinis dan penumpang saling membutuhkan
Kau dan aku senantiasa menapaki rel kehidupan
Perlu ketabahan menghadapi ujian dan cobaan

Batu kerikil di sepanjang rel kehidupan ini
Adalah jeda sementara penuh warna-warni
Paku mengikat di sepanjang rel kehidupan
Adalah kekuatan memberikan ketabahan

Kita tak tahu di stasiun mana akan berhenti
Karena hidup ini selalu penuh teka-teki
Di stasiun terdekat atau stasiun terjauh
Kita tak tahu di mana harus berlabuh

Andaikan aku masinis dan kau gerbongnya
Akan kubawa kau menyusuri rel sepenuh jiwa
Kau dan aku mesti senantiasa bergandengan
Susuri rel kehidupan dengan penuh kehangatan

Cibinong, 27 Desember 2020

 

 

 

 

 

 

 

HUJAN AWAL NOVEMBER

 

Tangis langit pecah
di awal November. Disambut azan
asar membubung. Setelah
tetumbuhan dan katak lelah menunggu
remah-remah rahmat-Mu.

Aku teringat kawanku
di seberang samudera. Di Pulau Perca.
Di Borneo. Digelap kabut asap.
Mata, paru-paru, darahmu mengertap.
Api membinasa belantara. Membakar segala

Hujan awal November. Menghapus
lolong dan lenguh. Sore dingin merenyah.
Rindu hampir rapuh. Cinta terperangah.
Menapaki senja mengarus. Sedang
kepak kelelawar sebentar lagi terdengar.

Cibinong, November 2021

 

 

 

[button link=”https://sukusastra.com/category/sastra/fiksi/puisi/” type=”big”] Baca Kumpulan Puisi Suku Sastra[/button]

 

 

ADA PARAS GUNDAH TERBARING DI BERANDA FACEBOOK

 

Ada air mendidih mengalir di beranda facebook
Memancar keluar dari sepasang mata legam
Penghuni tubuh berbulu lentik beralis kelam
Uapnya menembus layar beraroma mawar yang terpuruk

Ada angin puyuh membadai di beranda facebook
Berkesiur keluar dari bibir merah merekah
Penghuni tubuh bergigi putih berwajah indah
Getarnya menembus layar bernada tangis yang mabuk

Ada paras gundah terbaring di beranda facebook
Membisu kemudian bersujud di telaga kenang
Lewati hamparan duri dan kobar api menjulang
Tubuhnya menembus layar berbalut cinta yang khusuk

Cibinong, 30 Agustus 2021

 

 

 

 

 

 

PILKANDA

 

Pildaku
Pilduka
Pildaki
Pilkadu
Pilkuda
Pilkadi
Pildikau
Pilkanda
Kupilih dikau
Kaupilih kanda
Lalu biduk mahligai
Lewati batu karang, juga badai
Tuju istana suci melati tanpa sansai
Kita bergandengan dan tawa melambai

Cibinong, 9 Desember 2020

Tuliskan komentar