Le Poete Maudit
Segala jalan yang kutempuh membawaku padamu
Angin musim, udara,
Bergantinya siang dan malam
Pergerakan burung dan awan,
Gugusan bintang,
Juga batu nisan,
Jadi petunjuk arah
Bagi pengembara yang tersesat
Berkarib dingin dan lapar
Tak semua jalan bersahabat dengan kakiku
Tak semua pemandangan memberi ketentraman
Telapak kakiku melepuh
Penglihatanku hampir buta
Selalu ada yang pergi
Dan ditinggalkan
Selalu ada yang tak kembali
Dan dilupakan
Aku hilang arah di gurun sejarah
Pengelana di atas pasir waktu
Aku tak tahu cara menggapai tujuan
Aku tak tahu cara menjalani hidup
Selain dengan puisi.
Ingatan, Belalang dan Matahari
Sepasang mataku membentur angin
Di kejauhan, hutan melempar warna hijaunya
Kulihat bayang Ayah menanam padi
Ibu memasak nasi di saung itu,
Antara lapar dan dahaga,
Sebelum tubuh mereka terbakar
Sebelum kata-kata menjerit dan bangkit
Dari tumpukan abu.
Kusaksikan padi-padi tumbuh
Semakin tinggi
Semakin paham cara merunduk
Di hadapan belalang dan matahari,
Sepasang mataku membentur angin
Di kejauhan, hutan melempar warna hijaunya
Ke dalam pelukanku yang dingin.
Irwan Segara lahir di Malingping. Menyukai segala yang konyol dan yang usil. Masih newbie nulis puisi. Pernah bergiat di Susastra, bersama kawan-kawannya mendirikan buletin Mimesis. Beberapa puisinya pernah dimuat di Jurnal Sajak, Kompas, dan beberapa antologi bersama Buku Nasib dan Kavaleri Malam Hari.
Ilustrasi oleh Rahmad Nur Sahid.