Menu

Sajak-Sajak Asef Saiful Anwar

Nyapardi Ngewiji

 

aku ingin menikahimu dengan sederhana

dengan mahar gaji pertama.

tak perlu menutup jalan

tanpa menyewa gedung seminar.

cukup di masjid desa yang sepi jamaah

dengan saksi para petani

yang sudah kehilangan sawah.

diarak keliling kampung di atas becak

yang kerap pulang tanpa uang.

biarlah kita jadi hiburan

anakanak sekolah yang keberatan

membawa buku pelajaran.

baju pengantin kita pesan

pada penjahit sebelah rumah

yang hanya laku saat lebaran.

tak perlu catering tak perlu minuman kemasan

ibuibu tetangga semuanya pandai

meramu masakan meracik minuman

kita hanya perlu memberi mereka kepercayaan

menyambut dan menjamu undangan.

pernikahan kita mestilah menjadi kebahagiaan

bagi setiap yang mendengar dan menyaksikan.

maka tak perlu pula berbulan madu

bila akan menimbulkan sesama cemburu

cukup di rumah dengan banyak mengunci pintu

berbagi jiwa dalam tubuh yang menyatu.

 

2018

 

 


Seorang Lelaki yang Menanggalkan Kepalanya

 

jika cara menjatuhkan hati paling sederhana adalah dengan memandang,

bagaimana dengan menanggalkan kepala?

 

sebab ada yang terlalu berat untuk terus ditanggung dan disangkal,

terlalu keras hidup dan terlampau kerap muncul.

 

dalam kepala pertanyaanpertanyaan adalah siksaan.

kecurigaan pada segala yang akan.

keraguan untuk semua yang telah.

dan yang kini kelak semata menjadi ingatan:

sesuatu yang tak dapat digenggam kecuali sebagai masalah.

 

hutan adalah segala kemungkinan yang tumbuh,

menjalar, dan senantiasa teduh dalam kegelapan.

dan lelaki itu hendak memasukinya,

demi pergi dari seorang perempuan

yang mengikat semesta pada pergelangannya.

 

apa yang tumbuh sebagai rindu adalah masa lalu.

apa yang disebut kenangan adalah kegagalan untuk mengulanginya.

apa yang diletakkan dalam kepala dapat lepas,

apa yang dilekatkan dalam hati masih bisa dicuri.

maka setiap langkah adalah kemungkinan untuk jatuh.

dan setiap jarak adalah ruang tunggu bagi luka dan kamar kerja bagi ketabahan.

 

lelaki itu menanggalkan kepalanya semenjak pertemuan pertama

di atas meja makan malam sepasang kekasih:

perempuan yang mencintainya dan lelaki yang mencintai perempuan itu.

 

2017

 

 


Lelaki yang Menunggumu hingga Membatu

 

hatiku apel merah yang menimpa kepala Newton

matamu adalah bumi dengan daya tariknya.

 

aku pernah bertanya kepadamu—tanpa nada merajuk:

jika aku hendak membuat sebuah garis panjang

berliku, maukah kau menemaniku menitinya hingga jatuh?

 

bibirmu menjelma daun kuning terayun angin

ukurlah lebih dulu, katamu, berapa jarak terjauh

antara kehampaan dan keheningan

adakah sedekat kesepian dan kedinginan?

 

kau pergi selagi aku mengingatingat rumus

mematahkan dan menyambung jemari sebagai penggaris

kau semakin pergi ketika dadaku penuh kemungkinan

atas segala jawaban yang senantiasa jauh dari kebenaran.

 

aku berhenti ketika kau makin berlari

sebab menunggu adalah sebuah siasat

mengejar adalah mengumbar hasrat

pada yang kedua kau akan merasakan kebebalan

pada yang pertama kau akan menemukan kesetiaan.

 

2017

 

Lelaki Kepala Batu yang Memejamkan Mata

 

takdir tak pernah melangkah pada garis telapak tanganmu

sebagaimana gugusan bintang yang tak pernah mampu

meramalkan kapan waktu yang tepat untuk jatuh hati.

tibatiba saja mata kita bergenggaman

tanpa ada yang mau melepaskan

tanpa ada yang mau dilepaskan.

musim hujan pun menjelma pintu

bagi rindu yang kerap bertamu tanpa kenal waktu.

 

kau menari setiap kali aku bernyanyi

aku sembunyi agar engkau bisa mencari

kita berlari untuk saling mengejar

berbagi lelah bertukar dekap

menyalakan api di setiap istirah

dan terbangun dari segala mimpi yang melenakan.

 

kau dan aku menjelma dua orang bodoh

berpurapura bahagia dengan derita di pelupuk mata.

kita, meskipun berdua, terlalu penakut

untuk tidak menghadapi apa pun.

bahkan setiap kali lonceng gereja dekat rumahmu

menerbangkan burungburung,

kita akan menunduk, seolah-olah tahu bahwa Tuhan

sampai kapan pun akan tetap pencemburu.

sementara orangorang, berbaju dan berdandan rapi

yang memeluk kitab suci di minggu pagi itu,

masih saja tekun bersekutu bagaimana menyiasati waktu

dan berdoa demi keselamatan dari dosa kita.

 

kau dan aku, selepas lama tidak bertemu

masih dua orang keras kepala

yang purapura tidak saling mencintai

sementara rindu demikian membatu

dan kita diamdiam tekun memahatnya

dengan jarak serta percakapan yang serba sebentar,

percakapan yang senantiasa tak pernah ingin diselesaikan.

 

kita, Maria, dua orang beradu punggung,

akan tetap di sini, seperti ini, selamanya bergeming,

memandang bayangan dengan melupakan cahaya.

dan memejamkan mata adalah cara terakhir mengekalkanmu dalam ingatan.

 

2016—2017

 

Ada Seorang Gadis Tumbuh dalam Dadaku

 

ada seorang gadis tumbuh dalam dadaku

setiap hari ia mengikat tali sepatu

demi terus berlari dari masa lalu

tapi lukanya masih terpikul di atas bahu.

 

bila pagi hari ia menyibak tirai,

mematikan lampu, dan membuka jendela.

ditatapnya hari depan pada matahari.

barangkali masa depan cuma bayangan, gumamnya

sebab tiap siang demikian bergelora dengan harapan

namun begitu malam sering sengsara ditimpa kenangan.

 

ia akan membuka pintu sebelum menyapu

membersihkan ruang dadaku

sambil bernyanyi sebuah lagu

tentang lelaki yang tubuhnya ia huni: .

 

“Dialah bujang peladang

menggali dadanya demi

menanam sunyi di tubuh sendiri.

 

Dialah bujang pengarang

tekun piawai menyiasati cemburu

tapi tak pernah cakap menyembunyikan rindu.

 

Duh bujang peladang

duh bujang pengarang

hujan yang berkali jatuh tak pernah terluka

hati yang sekali jatuh melukai segalanya.”

 

ia biasa menghabiskan waktu

dengan berlari sambil bernyanyi.

hingga dadaku sering ngilu dibuatnya.

namun, aku cukup mengerti

antara kepiluan, yang berusaha ditinggalkan,

dan kebahagiaan, yang hendak ditujunya,

tak lain sebuah siklus, dan ia tengah menaik.

dan ia butuh waktu lama.

 

ia baru akan berhenti ketika petang

saat bayangannya menghilang

lalu mulai menyalakan lampu,

melepas sepatu, menutup jendela dan pintu,

dan berbasuh dari kenangan.

 

bila telah bersih seluruh tubuh

dan tiada lagi lelah ia akan rebah

pelanpelan memejamkan mata

mendengarkan detak jiwanya

menata mimpinya

dengan napas teratur sampai tertidur.

 

setiap malam aku menjaganya agar tidak terbangun

sebab besok ia akan kembali berlari dan bernyanyi,

terus bertumbuh menyalakan dadaku dengan nyali.

 

2018

 

 

Asef Saeful Anwar, tukang di situs kibul.in.

 

Ilustrasi oleh Mathorian Enka.

Tuliskan komentar