Menu

Risalah Mainan | Puisi-Puisi Wida Waridah

Risalah Mainan | Puisi-Puisi Wida Waridah | Sumber: https://pixabay.com/

Risalah Mainan

jika kelak kau tak lagi bisa memanggilku ibu
lalu ayahmu lupa bagaimana caranya bercerita
akan terbaca riwayatmu pada seluruh benda-benda
pada saat kata-kata masih belajar kau eja

1.
sebuah truk pasir dipilih ayahmu saat kita berjalan menyusur pasar
ketika segala bau bercampur dengan teriak dan serapah
aku mendekapmu dalam dada, berharap kau tak mendengarnya
pada sebuah, kita melihat ayahmu
menukar uang tigaribu dengan truk pasir untukmu

dengan ini, kamu akan belajar arti kerja
dan keringat yang menetes itu, dia memiliki harga

2.
anak laki-laki, dia harus lebih paham bagaimana caranya
memadamkan api. mobil pemadam kebakaran ini
akan mengajarkanmu bagaimana air dan api bertemu

namun api dalam dadamu, hanya kau yang mampu menaklukannya
sebab api yang membakar dada, kelak hanya akan membunuhmu
sendiri

3.
ayahmu tak menginginkanmu menjadi pesepakbola
namun bola yang diberikannya padamu, adalah guru
darinya kau akan belajar hakikat permainan

dengan memberimu bola, ayahmu berharap
kau belajar bagaimana caranya menggenggam dunia

4.
gitar plastik itu hadiah ulangtahunmu yang kesatu
tak ada nada merdu pada petikannya
bahkan senarnya tak lagi ada
di hari ketiga kau memilikinya

hidup adalah bagaimana kau memainkan nada demi nada
menyusun irama dan lagu dari kesedihan dan kebahagiaan
riuh dan sunyi, yang datang silih berganti

2013

 

Menjadi Laut

hujan tak reda seharian
anakku membangun perahu dengan ranjangnya
seluruh boneka diajaknya serta
adiknya yang masih bayi dijadikannya nahkoda
sedangkan dia, lebih memilih sebagai penyelam
menyelamatkan benda-benda yang tertinggal

Ibu, cepatlah naik ke atas perahu
sebelum seluruh rumah berubah menjadi lautan.

2014

 

[button link=”https://sukusastra.com/category/sastra/fiksi/puisi/” type=”big” newwindow=”yes”] Baca Kumpulan Puisi Suku Sastra[/button]

 

Menjadi Ikan

lemparkan kailnya ke laut jauh, Bu
maka seribu bawal, salmon, tongkol, dan hiu
akan menyerbu umpanmu
sebut saja ikan yang kau mau
tak perlu lama menunggu

lemparkan kailnya ke alir sungai, Bu
maka seribu nila, mas, mujair, gurame, dan betutu
akan menyambut umpanmu
sebut saja ikan apa yang kau mau
tak perlu ibu menunggu

lemparkan kailnya dari atas ranjang, Bu
di lantai ini, aku akan memburu umpanmu
sebab ranjang adalah perahu
dan aku adalah ikanmu

2014

 

 

 

Dari Bawah Pohon Jambu

dari bawah pohon jambu segalanya bermula
ada kesedihan yang diam-diam kita bakar
ada kebahagiaan yang pelan-pelan kita tanam

inilah masa depan itu, Sayang, ucapmu lirih
meski ada sisa rintih, juga jejak perih
kita masih bisa percaya, segala duka akan tiada

pada akhirnya. kita akan menyusun kembali
denah rumah, mimpi-mimpi indah, di sini.

2017

 

 

 

 

Taman Bermain Paling Abadi

kami mengepang dua rambut ibu
mengikatnya dengan pita merah jambu
rambut panjangnya menjelma ular kembar
melingkar. bahunya menjelma dahan
kokoh. tubuhnya pohon kehidupan
kakinya akar menancap di kedalaman

kami duduk di punggung ibu
yang menjelma seekor kuda
rumah kami sulap jadi sebuah kota
kami melewati toko pakaian, rumah makan
bioskop, toko es krim, dan toko mainan
kami beli semua yang kami suka
kami berkeliling kota dengan gembira

kami meminta ibu menjadi landasan
sebab kami ingin menjadi pesawat
telapak kaki ibu mengarah langit
menahan tubuh kami yang panjang
ibu telentang, kami terbang

kami selalu rindu
bermain di tubuh ibu.

2018

 

 

 

 

Dari Bawah Pohon Jambu

dari bawah pohon jambu segalanya bermula
ada kesedihan yang diam-diam kita bakar
ada kebahagiaan yang pelan-pelan kita tanam

inilah masa depan itu, Sayang, ucapmu lirih
meski ada sisa rintih, juga jejak perih
kita masih bisa percaya, segala duka akan tiada

pada akhirnya. kita akan menyusun kembali
denah rumah, mimpi-mimpi indah, di sini.

2017

 

 

 

Di Titiknol Anyer – Panarukan

seseorang
membangun jalan menuju timur
membentang dari anyer ke panarukan
jalan panjang serupa harapan

seseorang
menjejaknya sebagai sejarah
terbaca di lembar-lembar buku sekolah
tanpa mencium amis darah yang tumpah

seseorang
membangun mercusuar pada sebuah pantai
setia mengirim cahaya di gelap badai
agar tak karam kapal-kapal di lautan

seseorang
menaiki mercusuar
menatap laut di kejauhan
mengingat jalan pulang

2019

 

 

 

 

Di Banten Lama

kita pernah bicara
kejayaan juga kekalahan
seperti hidup, katamu
bukan soal kalah menang
namun bagaimana cinta
berdetak dalam dada

1
menjejak Surosowan
matahari di atas kepala
laut di kejauhan. menara
mesjid tua dan percakapan
tentang cuaca

aku mengingatmu seperti
mengingat cerita raja-raja
bagaimana kota ini berdiri
seperti bagaimana kata-kata
menjelma puisi cinta

2
perempuan-perempuan
berjubah pengantin menyusuri jalan
mencari gerbang memasuki keraton
mencari restu ibu ratu

di Kaibon, aku mengingatmu
mengingat kasihmu pada ibu
air susu alir dalam darah
belai kasih serupa sungai
bermuara di samudera cinta

“akulah ibu bagi seluruh penghuni kota
dan kau, anakku, adalah kakak tertua
sebab takdirmu sebagai raja”

di sinilah peraduan
sejatinya tempat mengadu

 

3
di banten lama
aku mengenangmu
bagaimana cinta
membasuh luka.

2019

Tuliskan komentar