Rabu Pagisyahbana
Seorang penyair, penggiat sastra dan budaya yang lahir di Purwokerto 31 Maret 1988. Sebelum berkegiatan teater di Sanggar 28 TERKAM Yogyakarta, ia menempuh pendidikan salaf di Ponpes Assalafie Babakan-Ciwaringin tahun 2000-2006. Pada tahun 2011 bersama beberapa kawan penyair mendirikan komunitas Ngopinyastro; sebuah ruang alternatif sastra yang menggabungkan kopi dan sastra di Yogyakarta. Mendirikan Kelompok Arisan Buku, di Cirebon pada tahun 2017-2018.
Beberapa puisinya pernah singgah di media massa. Beberapa lainnya, termuat dalam antologi bersama, antara lain: Majemuk (Kumpulan Cerpen Gado-Gado Istimewa, 2010), Anak Anak Kapak (Seikat Puisi bersama 4 Penyair Yogya-Semarang, 2012), Agonia (Antologi Puisi Penyair Yogyakarta-Jember, IBC 2012), Flow into the Sink into the Gutter (Poetry From 226 Indonesian Poets, 2012), Di Pangkuan Yogya (Kumpulan Puisi Penyair Yogyakarta, Ernawati Literary Foundation 2012), Indonesia Dalam Titik 13 (Antologi Puisi “Pertemuan Penyair Lintas Daerah Indonesia” 2013), Jejak Sajak Di Mahakam (Antologi Juara Lomba Cipta Puisi, Lanjong Art Festival 2013), Lintang Panjer Wengi di Langit Yogya (Antologi Puisi 90 Penyair Yogya, 2014), Rumah Pohon (Antologi Puisi 100 Dermawan Bahasa Ngopinyastro, 2015). Sempat menulis dan menyutradarai sejumlah naskah teater: Kelahiran Burung Garuda (2008), Kematian Datar (2009), Optik Massa (2010), Hikayat Tak Semestinya (2010), Homo Homini Lupus (2010), Jambu Bol (2011).
[button link=”https://sukusastra.com/category/sastra/tokoh/” type=”big” newwindow=”yes”] Baca Juga Biografi Tokoh-Tokoh Sastra[/button]
Selain menulis fiksi naratif berjudul Dongeng Siang Bolong (2018), Rabu juga menulis dan membukukan puisi-puisinya. Buku puisi yang telah diterbitkan antara lain; Perahu Napas: seunting puisi, 2011-2014 diterbitkan oleh penerbit Interlude pada 2015, Mencintai Kamar Mandi (2018), dan yang akan terbit sebentar lagi adalah sepasang buku puisi: Rindu Luka kepada Sembuh dan Cinta yang Tak Putus. Saat ditanya, mengapa buku puisi terbarunya dibuat sepasang. Jawabannya adalah, karena tema pada kedua buku tersebut saling menjadi jawaban sekaligus pertanyaan satu sama lain.