Puisi-Puisi Wachid Eko Purwanto

Puisi-Puisi Wachid Eko Purwanto

Sebuah Kado Ulang Tahun

kepadamu

Berjuta senja di dada ini memeram duka
lalu menuntaskannya dengan melipat putih wajahmu
hingga biru bukit yang ada di punggungku

“biarkanlah ia tergerai, akan kutitip pesan pada angin.”
bisikmu sebelum berangkat

dan angin pun tak sampai
bibir ini pun kaku, sebeku malaikat batu
yang terpejam menahan nafas di taman itu

Jogja, 2006

__________

Surat yang Kau Kirimkan Sebelum Makan Malam

Surat itu telah memaksaku untuk mengenali kembali
wajahmu yang dulu

Bukankah engkau yang telah menyelinap
Malaikat di beberapa malam sebelum
Dua malam ini

Bukankah engkau juga yang berhasil
Membuat tubuh ini menyeberangi musim
kemarau

Sedang di dasar wajahmu masih menyisa
Harus hujan yang kau seduh

Dan percakapan pun merendah
: pulanglah pada suratan yang dulu

Jogja, 2006

__________

Memoar Perjalanan

Sudah tertulis sajak tentang gelisah, harap, dan kehidupan
juga beberapa hal penting serta yang sangat remeh, sedang perjalanan panjang ini
selalu menjadi lelah yang demikian tabah

entah pada ujung yang mana aku tersandar barang sebentar, kegelisahan yang
membuat Kita ragu, seragu getir pada cerita usang yang sering kita dengar

Kita mungkin sama, akan merindukan Kebijaksanaan yang sering terlewati,
kadang harus dengan perih apalagi ketika banyak peristiwa mengharubiru Kota
Ma’rifat Kita, sudahkah engkau renungkan Sayang?

Engkau renungkan Sayang?
Sedang yang tercatat di sini adalah memoar Perjalanan dalam mozaik kisah lakon
Bisa Suci yang selalu berakhir dengan sebuah kesudahan, bahwa
:Kita harus segera menuntaskan perjumpaan.

Jogja, 2004.

__________
Wahid Eko Purwanto. Mahasiswa PBSI angkatan 2000 ini adalah pegiat Sanggar Selasar Swarga. Aktif juga di Komunitas Misbach. Tulisannya dimuat di beberapa media massa. Karyanya masuk dalam antologi Mencari Tanda Sunyi (FBS, 2002), Daftar Hitam Dendam (FBS, 2003), Dian Sastro for President #2 Reloaded (AKY, 2003), dan termasuk nominator 10 besar BPSMI 2004 kategori puisi, serta 10 besar pada lomba yang sama untuk kategori cerpen.
Puisi “Sebuah Kado Ulang Tahun” dan “Surat yang Kau Kirimkan Sebelum Makan Malam” diambil dari buku Negeri Tanpa Kekasih, pelangi puisi Dies Natalis FBS UNY ke-43. Puisi “Memoar Perjalanan” diambil dari buku Memoar Perjalanan, antologi puisi Dies Natalis FBS UNY ke-41.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Tuliskan komentar