Menu

Puisi-Puisi Rony Fernandez

 

Tak Ada Pohon Silsilah

 

tak ada pohon silsilah
keturunannya meraba-raba
istana mana di timur sana
tempat lahirnya
sebelum tangan-tangan gelap
meruntuhkan bebalai
membuatnya yang kecil
menembus belantara perbatasan

ditemukan oleh seorang inan
dari fam buatan portugis
menyelimutinya dengan jubah nama keluarga
ia menyunggi jubah itu
ke segala arah
sambil tetap senyum
menatap ketidakkekalan dunia

(2021)

 

 

 

 

Perjalanan ke Barat

 

setelah hari ketiga altar dibakar
perjalanan kami ke barat dimulai

awal milenium, kumulonimbus memekat
meneduhkan kepala kanak-kanak
tapi menghangatkan hati opa-oma
saat di atas truk yang biasanya diisi bebatuan
melewati selat berjam-jam

sesudah antrian mengular
di pelabuhan
orang-orang menempa kata sabar
menjadikannya kata benda
disimpan dalam dada berubah jadi pualam

perjalanan ini mencari batu penjuru
untuk dilemparkan ke dada kami
mengikis pualam yang mengeras
setiap kali sabar terkenang
hanya sebatas perumpamaan

(2021)

 

[button link=”https://sukusastra.com/category/sastra/fiksi/puisi/” type=”big”] Baca puisi-puisi lainnya di sini[/button]

 

 

Di Atas Sisa Bara Api

 

saat barangbarang dari rumah kami
terbang ke halaman
disambut sorak puji kepada liyan
yang menghembuskan api
ke dasar fondasi

melalap rumah para pengkhidmat
tersisa abu yang tak dikenali
menghangatkan kesumat ke dalam dada kami

kami hanya bisa merapalkan litani
sembari menangkupkan tubuh ke lantai
di atas sisa bara api

(2021)

 

 

 

 

Rindu Pasar Sindu

 

rindu ternyata serupa perpaduan
aroma tahi dan kencing kuda cidomo
bais tubuh tukang ponggok
kecipak lumpur di musim hujan
amis ikan asin yang menguar
dalam tempurung kepala

butiran beras jatuh di dacin
tanda tak ada lagi tawar
seusai ganco ditusukkan ke karung
untuk meyakinkan para ibu

tukar menukar harga
dan kepeng pindah antar jemari
di pasar serba ada
samping jembatan sungai ancar itu

sepulang dari sana
aku senantiasa bahagia
pada masa kanak
ketika bubur sumsum
di kantong belanja tiba di rumah
mengingatkan sisa-sisa usia

(2021)

 

 

 

 

Hilangnya Tempat Pulang

 

pada masa muda
hatinya dilukai minuman keras
penghangat peperangan
levernya tergores usai
para pemuja langit menyenggau
rumah usia tuanya di barat
melembai jejak lampau

membuatnya terkenang para angola
bawaan portugis
mengancaikan kastelnya di timur
melempar masa kanaknya ke tempat sampah
demi sisa-sisa makanan penghangat dada

kini tak lagi ia pergi mencari
tempat pulang
hatinya telah hampa
direnggut tangan tak terlihat

(2021)

 

 

 

 

Sunyi Lonceng Gereja

 

lonceng hanya tertegun di gereja itu
setiap pergantian waktu
dentangnya akan dianggap membangunkan
orang-orang sakit dari lelap menanti ajal
di bangsal amis kastil usang sebrang gereja

meski suara lantang dari pelantang
di sudut-sudut jalan
lebih tajam ketimbang denging lonceng
di musim sunyi, tak boleh seorang pun
menarik tali lonceng itu

malaikat tuhan tersenyum simpul
melihat dari kejauhan
para umat tak pernah lagi
merapalkan pujian

hingga pada suatu permulaan abad
malaikat dengan iseng menyentilkan jari
ke dinding lonceng
memantulkan suara paling tinggi dan nyaring
menusuk telinga banyak orang

(2021)

 

 

 

 

Para Lembu di Mataku

 

sepulang dari SDN 12
melewati gang rumah makan dua em
dan kali karang taliwang
aroma ayam bakar berbaur amis kali
menusuk hidungku
membangkitkan rasa awas
pada para lembu beriringan
menguasai jalan tanpa gembala
di gang sempit itu

tanduk meruncing setajam tombak
kepala mengangguk-angguk
entah mengusir lalat atau mengirim sinyal
hati-hati jika tak ingin disakiti
di mataku, mereka seperti raksasa
serial ultramen saban sore
dalam layar hitam putih

setiap langkah kakiku
menandakan neraka kian dekat
saat mata besar mereka
menantang mataku

(2021)

Tuliskan komentar