Menu

Puisi-Puisi Novan Leany

https://www.freepik.com

https://www.freepik.com

Tidak Selalu Senja

 

Sore itu,

di taman yang kita kenang

kau rebah di bahuku

sela-sela jari kita menyatu perlahan 

seperti matahari yang akan hilang

 

Kau sentuh dada kiriku

siapa yang duluan terbenam?

bisakah pertemuan kita lebih lama?

kau suka sekali mengulang-ulang tanya

 

Sayangku,

pagi nanti, kita akan kembali bersua

menyaksikan yang terbit

menafsirkan yang fana

 

2019/2020

 

 

 

_________

Pukul 00.00

 

Bulan di atas kepala

malam mengutuk kenang lama

aku tersesat di padang purnama

dan kau memindahkan jawab tanya

di kutub utara

 

Di pondok villa rembulan menyorot gelap beranda

menyambut jumpa yang tertunda waktu

kau yang kukira mendahulu memula cakap

ternyata nguap kantuk di tengah malam

 

aku bingung; kau merenung

tak akan menjadi kita kasihku

kalau kata-kata saling beku

2019/2020

 

__________

Kepala Kosong 

 

 

Tentang isi kepala dan tanda tanya

bagaimana ia bisa banyak bicara?

 

Ketika aku singgah di dalam kepalanya

kutemukan ruang tak dihuni

gudang tak berkunci

 

Kutemukan perpustakaan tanpa penjaga

buku-buku masih tertutup rapat

secarik kertas masih kosong

dan pena tak berkurang tintanya

 

Kutemukan logam-logam berkarat

dan sisa-sisa makanan di atas meja

dan beberapa foto-foto wanita

yang tak kukenal namanya

 

lantas bagaimana ia bisa banyak bicara?

2019/2020

 

 

_________

Kematian Kemarin

            kepada 39 anak korban tambang batubara

 

Ibu memeluk bingkai foto anaknya

isak tangis tak bisa henti hanya semalam

ia tatap lubang tambang yang menganga di samping rumah

 

Ibu orang miskin yang tumbang

suara bungkam dengan tronton yang lalu lalang

pakaian peluh debu ia gadaikan

Sawahnya ia lacurkan dengan perusahaan

 

Lumpur tanah bekas tangis bumi ia lingkahi

Ibu datang lagi  ke pemakaman

mengusap nisan dan menaburkan bunga

Nak, tidak ada yang memihak, cepat jemput ibu pulang 

segera!

2019/2020

 

 

__________

Ayah dan Ibu, Lekaslah Pulang

 

Aku tinggal di dalam kardus

tanpa ruang tamu dan kamar tidur

pengap seperti perangkap dalam tungku

dan kucium bau bangkai tubuh sendiri

 

Tidak aku percaya lagi kabar koran hari minggu

tentang pembagian sembako atau amplop terselip di bawah pintu

atau surat pindah ke sebuah tempat yang lebih selamat

 

O, ayah dan ibu lekaslah pulang

aku bermimpi memeras awan di atas kepala

menadah hujan di piring kosong

menanak rintik jadi butir padi

atau memberi makan anak tetangga

 

O, ayah dan ibu lekaslah pulang

pertolongan lamban tiba;

aku ingin hidup di bumi yang lain tanpa seorang lain

atau temukanlah tulang rangkai mayat lansia

terbenam wajahnya di piring kosong

sembari menciumkan foto ayah dan ibunya di dada

 

2019/2020

 

 

 

__________

Dalam Rahim Ibu

 

Aku bermimpi sebagai janin

hidup di bumi yang lain

dan menunda setiap kata yang menyerang dengan luka

 

Kelahiran dan luka

adalah manusia yang mengasah mata pisau di mulutnya

dan surga berada di telapak kaki sendiri

kala langkah terhenti; seketika surga hanyalah air mata

 

Di luar sana,

insan mengaku lupa asalnya

masing-masing merasa asing

kehidupan bagai telur ayam

sebuah kelahiran tanpa peduli siapa induknya

hingga bebas menyakiti satu sama lain

 

Aku berlindung dalam daksa ibu

menyelam sembilan bulan di ricik suara dan lagu

dan aku merasa aman tanpa dunia yang meluka

dari manusia yang melupakan benihnya

2019/2020

(Pernah lolos redaksi Kaltim Post)

 

 

__________

Hinggap

 

Bisakah kepalaku diberi mahkota dua kali

sebagai pertanda bahwa aku pun akan punah

 

Sehelai bulu burung enggang jatuh mendadak

igau datang tiba-tiba di langit yang sembab

 

Bolehkah aku hinggap di hatimu yang rimba?

yang seisinya masih tumbuh daun ara

 

Jika boleh,

akan kutanam benih-benih di pohon tumbang

akan kupencar biji-biji kotoran yang kelak menjadi tumbuhan

 

Jika boleh, bisakah kepalaku diberi mahkota dua kali?

2019/2020

 

 

(Pernah lolos redaksi Kaltim Post)

 

 

 

__________

Liburan di Tanjung

 

Aku janji,

setelah membangun tenda di pohon cemara

kita akan bermain petak umpet di hutan bakau

dan mencari pecahan karang untuk bermain congklak

 

Hiburan kita hanya berharap pada muara

yang kering pada kemarau

 

Bagai kanak-kanak melihat bianglala

di pasir basah yang penuh kelomang

kau kejar kerang bergelimpangan;

begitu tak sabar kau ingin membekaskan jejak

 

 Tanjung Samboja ombaknya selalu surut,

seperti janjimu, serumu yang ragu

 

2019/2020

Tuliskan komentar