Tari
Apakah kau akan bersamaku
Terasing dari kata dan makna
Mengikuti selaksa jati diri
Berteman keheningan
Langkahku mungkin akan gontai
Tersesat dalam dan terjerembab jatuh
Aku butuh tangan untuk berdiri
Dan tatapan yang mengerti
Mari ke sini bersamaku
Akan ada guguran dedaunan
Yang berjatuhan di atas kepala kita
Sedang kita menari di bawahnya
Lepas dari dunia
Aachen, 27 Oktober 2016
(Sumber : Tumblr pribadi laluzam.tumblr.com)
__________
Evolusi
Cerita tentang kita semua
Adalah lambaian nyiur di pinggir pantai
Timbul tenggelamnya ikan di dalam air
Bersama ribuan plankton, kerlap-kerlip tak kelihatan
Cerita kau dan aku adalah
Binatang pengerat yang bertelur
Dan predator-predator raksasa
berlarian, berkejaran, bunuh-bunuhan
Cerita mereka adalah
Burung yang terbang mengangkasa tinggi
Menatap congkak pada kadal-kadal di Bumi
Sebagian bimbang akan daratan atau perairan
sebagiannya memutuskan untuk tinggal di keduanya
Ingin ku dekap kau dan ceritakan lagi
Ketika primata itu berdiri dengan kedua kaki,
Ketika batu menjadi relevan pada genggaman
dan ketika api dijinakkan dalam kuasa
Alam sunyi bermain musiknya sendiri
Perlahan melangkah namun pasti
Menggilas mereka yang tak terhitung
Tanpa bisa memandang dan memilih
Semua demi harmoni dan kecocokan
Bagai teka-teki yang tak pernah berhenti berubah,
Solusi pun terus berubah
Termasuk kau, aku dan mereka
Berputar-putar di bawah bintang gemerlapan
Apa yang didapat pasti dengan pengorbanan
Untuk kita, apakah hal itu sepadan?
Aku masih merasa terasing
Sebab adanya “aku” di luar dari aku
Sampai mana batas dunia?
Untuk seekor semut,
Seekor ular,
Seekor kucing,
Sebuah jamur,
Sepohon mangga,
Setitik bakteri,
Sebuah virus.
Aku bertanya sekali lagi kepadamu
Tentang hal yang sama-sama kita tahu
Mengapa kita bisa tahu?
Dan sebenarnya siapa kita?
Kanazawa, 27.08.2019
(Sumber: wordpress pribadi: thepikiranacak.wordpress.com)
__________
Jeda selama hujan
Di bawah hujan malam itu
aku termenung menunggu
cahaya lampu redup membisu
sedang angin dingin menyapu
Pandangan pada ujung titik mengabur
dunia pun berhenti dan melebur aku tertarik ke dalam jadi esensi yang terkubur
ke permukaan sembari malu-malu membaur
Ada terasa hentakan kesedihan
yang kosong terasa naik perlahan
tak dapat diungkap dengan perasaan
seperti kata yang tak bisa diucapkan
Nafas yang dingin menguap di kaca
sembari melihat ke bawah menutup cahaya
dingin dan basah menyusup terasa
mengapa semuanya diam berhenti bersuara?
Gelap pun menggantung mengelilingi pijakan
runtuh menyisakan lubang tak bertepi
aku berdiri di pinggir membisiki
“mengapa engkau tak mau pergi?”
Suaraku memantul dan hilang terserap
hening pun terdengar pelan merayap
menghapus dan mematikan harap
sungguh tak ada jawaban itu biadab!
“Mengapa engkau tak mau pergi?”
“padahal kau tak pernah sendiri”
“Ke mana lagi akan kau cari?”
“tempat persembunyian yang abadi”
Terdengar suaraku samar
hilang petir pun menggelegar dengan lantang aku masih di bawah hujan memegang
sisa kesadaranku yang perlahan menghilang
Titik-titik pun perlahan kembali
mengisi jeda dan tempo yang hilang tadi sementara ragaku beranjak pergi
namun aku tak pernah sama lagi
Aachen, 31 Desember 2018
(Sumber : Tumblr pribadi laluzam.tumblr.com)
__________
Forever Gone
To the mist, I look deep into the haze
Only your shadow left
How can you be so far
While there is no distance between us?
The unspoken silent is dangling
Filled the room and suffocated my throat
Should I hug the loneliness
And abandon the memories?
It is not an easy matter
Cause I am a human
And this complexity is unnecessary
If I could have escaped to the exit
I would have thrown myself to the abyss
Where should I go
When the compulsion takes me
Only in the land of nowhere
All that is left about you
Froze in time and space
I wish the sun never went away
So I do not carry this black night alone
Walking to the end
To the point of no return
Kanazawa, 28.10.2019
(Sumber : wordpress pribadi : thepikiranacak.wordpress.com)