Berkelindan
Aku serahkan tubuh dan mimpiku di kota rantau, saat malam pekat, hilir angin menusuk sendi-sendi tulang, di atas iringan doa yang senantiasa terpanjat, kaki-kaki kecil menampakkan jejaknya, ranting-ranting patah, gugur berdansa, seperti rumus berkurang.
Di antara cinta tanpa henti dari lingkungan yang terus tumbuh
Membawa jiwa dan pikiranku tumbuh di perantauan kelak.
tenggelam dalam belantara kerinduan, memahat yang hilang ditelan kedustaan janggal
Detik bersuara, tanpa kuasa, sang fajar menyingsing esok hari
Menemani rimbunan rindu yang membunuh, agar rasa cemas lekas memberi ampun.
Tubuh yang kau isi catatan, pikiran kalut memberi rasa sakit, melemparkan jiwa kedalaman.
Hari ini dan seterusnya mimpiku masih sama, di tanah perantau jauh dengan pelukan, sepi menyelinap di lorong-lorong malam, meniadakan dahaga di antara luasnya hasrat.
[button link=”https://sukusastra.com/category/sastra/fiksi/puisi/” type=”big”] Baca puisi-puisi lainnya di sini[/button]
Memori
Kau berkelindan, di buku-buku yang tertata, di beberapa cerita, di dalam benak kepala tertanam.
menghitung guguran rasa
jarak menyimpan dahaga di antara ilalang,
hijau daun membawa tanya kembali.
kau dan aku sibuk mengembara di tempat yang sama dulu.
pertemuan hanya memalingkan dusta.
Entah siapa dari kita yang hendak memaki, menyesali atau bahkan membunuh rindunya
yang ku tahu kita hanya anak-anak yang senang bermain dadu.
Meski musim berganti, kenangan demi kenangan menyimpan kekosongan tidak berarti.
Jarak terkubur, namamu terbawa selalu di telapak tangan.
Aku
Aku mencari tapi tak menemukan
Aku minum segelas anggur menjadi hambar
Aku menulis dalam kepasungan pikiran
Aku kalah dari amarah yang menghancurkan
Aku lalui setiap jalan yang bercermin
Dari pertanyaan orang-orang apa dan mengapa?
Atas perjalanan panjang hari-hari membekas
Kemegahan nestapa larut di dalamnya
bara dendam memuntahkan segala pikiran
berduyun-duyun berjalan, tertatih sakit, menjarah sampai tulang sumsum
kota-kota hidup dalam cengkraman
Tapi takdir membuai terlena
Aku berlari
Hingga batas itu bertumpu pada titik jurang yang dangkal
Merana, dipasungnya aku di tiang-tiang salib bersama angan
Terhimpit tak terberi kasih
Pengembara
Hatiku masih terus berkelana
Mengetuk setiap tempat-tempat yang samar tak terlintas di kepalaku
Aku masih terus memacu, dalam setiap waktu yang menuju
Kutempuh pengembaraan yang jauh meski ketakutan.
Setiap lagu-lagu didendangkan,
syairnya-syairnya mengingatkan pada masa lampau.
Dalam kegelapan yang pekat kau sempat memanggil-manggil.
Kau sendiri setia menunggu di depan pintu yang tak berjendela.
Rumah yang terawat sekarang usang tak bertuan.
Aku tak pernah tahu, kapan aku pulang
Selepas larut malam pikiranku merebah
Bahwa kau begitu tabah dalam menunggu pulang.
4.5
5