Mengenang Kematianmu, Guru
;Ust.Hendriyadi
Ritmis tangis paling deras di mataku, adalah tragedi kematianmu guru, apalagi yang mesti kupinta pada Tuhan, pabila sejatinya tubuhmu telah telentang pasrah di tanah, mengalirkan sejuta resah yang rekah di dada, lalu ku hirup dan ku nikmati desir harum semerbak kain kafanmu, guru aku mohon maaf guru, tak sempat membacakan surah- surah Yasin di depan pemakamanmu, hanya saja aku bisa mengalirkan segelintir dzikir dan surah-surah kecil dari penjara suci. Kini, gemetar sudah sekujur tubuh, rahim kesadaranpun lahir di kerut darah, tentang perihal dosa-dosa yang sempat ku cipta padamu waktu dulu, tapi untuk musim ini, ingin ku cium berkali-kali tanganmu, memohon permintaan maaf padamu, sebab pada hakikatnya, tragedi itu makin lama semakin larat dan memberat, serupa merangkul kota-kota di kepalaku, Aku ingin mencoba melepasnya, walau dahaga dari luka, adalah tubuhku paling sempurna guru, tubuh ini telah kerontang bahkan habis memasung waktu paling taji di batinku, Aku ingin tumpahkan segala air mata, air mata yang akan menjelma Permata pertaubatan padamu. Guru, izinkan muridmu ini menaburkan sekuntum bunga bunga di Batu Nisanmu, agar Meski aku tak sempat berwaktu bersama, hanya saja, Aku ingin menghaturkan doa-doa serta mengalirkan air jernih cukup sejuk ke sekujur tubuhmu, dengan kesaksian tabah dan pasrah, Aku ingin berpesan pada malaikat penghuni kubur:
“malaikat Mungkar, Nakir, kutitip guru padamu, berikanlah tempat keistimewaan padanya.”
Annuqayah 2019
_________
Sebilah rindu di pulauku
;Neng Ozara
Jujur saja, Nona
Setiap kali kuserap ataupun ku nikmati bising sunyi
Di situlah, lahir pula Rahim wajahmu
Entah, peristiwa apalagi yang tuhan haturkan?
Aku masih tetap tak mengerti
Tentang perihal sakral di kedalaman malam.
Mungkin aku sudah benar-benar gila, Nona
Ataukah sebab wajahmu ialah gurindam tunas kata-kata
Tak henti-hentinya menderu di otakku
Terus melaju, hingga sampai nafas waktu
Sesak arah di pertengahan musim.
Pahamilah, Nona
tentang hikayat kisahku menjadi gila seperti ini
Hanya untuk mencintaimu
Bukan untuk menjadi orang yang paling hina di mata lain.
Annuqayah, 2019
_________
Biografi Sungai Kembar
Berangkat dari rahim sunyi, kesakralan batin malam
Tempat istana hati merapalkan kristal dzikir, mutiara sabda
Serta lentingan istijabah pada Tuhan
Luas asin di samudera, kian keruh dengan tangisku
Debur ombak dosa-dosaku, least arus jadi tobatku
Lalu dengan pasrah, kuretas segala tungku kembang resah di kerut darah
Hingga kelamnya sebuah risalah, larut sirna di mataku
Maka, kali ini
Laskar candrasa di kedalaman jiwa, murni tajam dengan tirakat.
Annuqayah, 2019
__________
Ayat-Ayat Luka
;Putri giliyang
Sejatinya, resah adalah tubuh dari derita
Bahkan, kali ini pengharapanku berduri taji paling hakiki
Sebab,jeruji kelenjar tangis, kian sempurna bertandang di kesaksian mata
Duka lara mengundang nestapa
Pada saban khianat rasa, Izzati
Juga kemarau seakan setia memendam buih ditubuhku
Kau tahu buih apa? Izzati
Buih luka yang menyesakkan palung dada
Jika nati maut menjemputku, Izzati
Aku mohon engkau tidak ikut campur masalah ini
Sebab, aku tak ingin engkau menyesal, Izzati
Apalagi sampai mencipta tangis di sepanjang pembaringanku
Biarlah, aku terbungkus kain kafan
Lalu, menjadi mayat yang gagal mencintaimu
Bukan aku putus asa, Izzati, oh tidak, tapi ini ialah akhir penderitaanku
Sebelumnya, ada satu perihal yang ingin ku pinta padamu:
”aku mohon, catat aku dilembar hatimu, biar semestinya kau ingat, bahwa aku pernah mencintaimu, meski perihal itu adalah sempurna kegagalanku” .
Annuqayah, 2019
_________
Senandung Madah
;Teruntuk Neng Ozara
Semenjak aku memandangmu
Mataku waktu
Yang kerap berputar memacu rasa ke hatimu
Sudikah engkau
Manakala aku berlabuh
Memeram asin pada rasa
Di sepanjang samudera dadamu, kasih
Agar cintaku tumbuh
Serupa kuntum-kuntum bunga
Yang kerap mewangi di taman hatimu
Senyum ranum dari bibirmu
Mencipta debar pada dada
Hilir getir kerap hadir
Sebab, wajahmu
Tak henti-hentinya mengalir dalam fikir
Kini, deru gemuruh debur ombak
Masih tak riuh, kasih
Yang riuh adalah harapanku
;Membangun rumah kesetiaan di hatimu
Kata jokpin:
“rindu itu tercipta dari jarak”
Tetapi menurutku:
“rindu tercipta dari engkau,
yang sering kali membuatku terpukau”
Annuqayah, 2019
________
Firmansyah Evangelia. Nama pena dari Andre Yansyah, lahir di Pulau Giliyang, yang terkenal kadar oksigennya setelah Yordania, 12 September 2002, tepatnya di Dusun Baru Desa Banra’as RT 03 RW 06. Alumni MI dan MTS Pondok Pesantren Nurul Iman, salah satu murid dari Zen Kr. Halil. Menyukai puisi dan tater sejak aktif di beberapa komunitas, di antaranya adalah PERSI (Penyisir Sastra Iksabad), LSA (Lesehan Sastra Annuqayah), Ngaji Puisi, Mangsen puisi, Sanggar Kotemang, Poar Ikstida.
Beberapa karyanya pernah dimuat di Radar Madura, Nusantara News, Majalah Sastra Simalaba, Potrey Prairey, Travesia, Tuban Jogja, Jejak Publisher, Mbludus, Pojok PIM, Beritabaru.co, Tulis.me, Buletin Leluhur, Buletin Bindhara, Majalah Pentas, Mading X-try (Oretan Pena Arek Timur Daya), Harian Pringadi, dll.
Buku puisinya antara lain Duri-Duri Bunga Mawar (FAM Publishing, 2019), Rubaiyat Rindu (Jendela Sastra Indonesia, 2019), Entah Apa Yang Merasukimu? (JSI jilid I, 2019), Kekasih (Sanggar Sastra Indonesia, 2019) Rindu (Tasik Zone, 2019), Kenangan (Lintang Indonesia, 2019).
Bisa dihubungi lebih dekat di akun FB: Andre Serizawa dan via Email:andreansyahpersi@gmail.com.