Menu

Arti Selembar Puisi | Puisi-Puisi Ardhi Ridwansyah

https://residentialwastesystems.com/

Arti Selembar Puisi | https://residentialwastesystems.com/

Arti Selembar Puisi

Sebab malam usai,
Menabur benci dalam mata dan hati,
Kini terurai kasih dalam dada sendu,

Pelukan menguak kisah yang kembali,
Tertata dengan rapi.

Rekah bunga di jiwa yang sebelumnya tandus,
Menguar aroma rindu dari tubuh yang kukuh.
Memekis kelam dengan kepalan tangan,
Terisi tekad sekuat baja.

Sirna segala pedih, padamu aku bersaksi,
Bahwa kaki ini siap untuk beraksi,
Meneror tiap jemala dengan arti,
Termaktub dalam selembar puisi.

Jakarta, 2021

 

 

 

Gelas Pecah

Remang matamu menatap sendu,
Gelas yang pecah selepas kata rindu,
Dibunuhnya malam itu.

Meleleh rasa, usap air mata,
Meringkuk berkawan sesal

Bersama waktu,
Melambaikan tangan,
Lalu berjalan tegas tinggalkan raga,
Didekap pilu dan manis kenangan.

Jakarta, 2021

 

 

 

 

Ajal Berwajah Manis

Kabut ungu mendekap raga,
Menelusuri kenangan yang rekat,
Dalam tiap jengkal tubuh penuh peluh,

Merangkak lalu mencekik,
Pada dahinya yang kusut, menguap,
Tawa dan tangis yang lama mengendap,
Jadi bangkai dicumbu para lalat!

Mata legam kelam tanpa rindu,
Ia terkapar di ruang sendu tanpa sebutir cahaya,
Masuk ke rongga mulutnya,
Menguak tabir yang tak tentu,
Bergerak semaunya tanpa mesti,
Ada kepastian.

Ajal tiba dengan wajah manis,
Bibirnya ranum tersenyum,
Kata-kata terakhir bahwa ia jatuh cinta,
Pada seorang wanita,
Memeluknya tiap malam,
Meski dia bukan untuknya.

Jakarta, 2021

 

 

 

 

Kedunguan Mendalam

Kedunguan paling dalam,
Kala cinta terkapar dengan hujan malam,
Menyentuh ranjang hangat bersama puisi,
Yang tergeletak tanpa dicumbu mesra.

Makna kosong lari dari lembar halaman,
Yang tawarkan kasih dengan separuh kebencian,
Kehinaan dari kata-kata tak tersentuh rasa,
Akan mati pada waktunya, saat jiwa terlelap,
Dalam pelukan kelam, menimbun kisah,
Dengan mimpi tak bertepi.

Jakarta, 2021

 

 

[button link=”https://sukusastra.com/category/sastra/fiksi/puisi/” type=”big” newwindow=”yes”] Baca Kumpulan Puisi Suku Sastra[/button]  

 

 

Suka Ria Faleria

Ada mentari di matanya,
Meski malam terasa kelabu,
Cahaya itu datang dengan genit,
Membasuh benci jadi rindu.

Ia lahir dari sudut ruang,
Terbayang melangkah,
Telusuri rambut dan tubuh,
Menyisiri tiap jari tangan dan kaki,
Ia datang dengan bibir merah mawar,

Sedang aku berdarah-darah,
Menanti perang yang ditunggu,
Saat raganya dan ragaku menyatu,
Pada congkaknya waktu.

Alis tebal itu, ingatkan aku,
Pada tinta dari pada puisi,
Yang resah dan gelisah,
Kutulis namanya: Faleria.
Dan ia tersenyum.

Ia mencari ranjang,
Sedang aku berharap,
Agar malam terus panjang.
Sampai aku terpuruk,
Di dadanya!
Di dada sang dewi,
Yang bersuka ria!

Lantas biarlah hari berjalan,
Menebas kata dengan desahan,
Ikuti iramanya, aku jemu,
Alunan iramaku, ia tak tahan.
Kita bangun neraka dan surga,
Dalam satu malam penuh cinta.

Jakarta, 2021

No Responses

Tuliskan komentar