Menu

Puisi-Puisi Agus Sanjaya

Buta Angkara

 

Aku meraung pada angin malam, hujan menambah pedihnya hati ini. Siksaan ini terasa membunuhku
perlahan. Aku seolah kura-kura sakti yang memikul beratnya puncak Mahameru di punggungku. Aku
tidak mau kalah dengan tabahnya bebatuan yang dilempari tetes hujan. Aku tenggelam dalam kesesatan
paling nyata, bergumul dengan pikiran paling bodoh sedunia. Tuhan, tolonglah hamba! Keluarkan hamba
dari penjara ini! Sehingga hamba bisa menjelma burung-burung camar yang merdeka di angkasa. Tak
seperti budak menanti belas kasih tuannya. Saat sudah tak berguna, budak bagai samsak tinju yang rela
disakiti saja.

13 November 2021

 

 

[button link=”https://sukusastra.com/category/sastra/fiksi/puisi/” type=”big”] Baca puisi-puisi lainnya di sini[/button]

 

 

Eka Darma

 

Hujan malam ini merapikan tidur Dewi Kehidupan. Mimpinya penuh angin segar kepuasan. Penjara yang
pernah menghimpit tubuhnya, kini telah lenyap ditelan kesunyian. Harapanmu hanyalah kebahagiaanku.
Saat kutersenyum, hatimu dipenuhi kupu-kupu beraneka warna. Seperti kehidupan yang kau curahi
cahaya kehangatan. Saat dunia mulai terbangun dari tidurnya nan lelap, kau membangunkanku dengan
suara indahmu. Saat dunia mulai mengantuk dan bersiap ke peraduannya. Kau mengantarkanku ke alam
mimpi bergambar domba-domba surga. Tak terasa waktu berlari kencang seperti kuda. Sementara aku
belum mampu membalas jasa agungmu pada bumi kecil ini.

13 November 2021

 

 

 

 

 

Hayakanda

 

Malam tak kalah suram dengan lukisan ibuku. Saat menatap lelaki tua yang masih sibuk mengais sisa-sisa
doa. Wajah kusut serupa kain bekas yang menjilati lantaiku. Tubuh mulai berkarat dan sedikit lapuk
dimakan usia. Pikirannya dipenuhi beban kian menjerat, seperti rantai yang merenggut kemerdekaannya.
Setelah pintu-pintu kedamaian dibuka, peri-peri cantik memaksa lelaki itu tinggal selamanya. Lelaki itu
masih mengunci mulut rapat-rapat, lalu tersenyum dengan hangat. Sebuah kehangatan yang menjalar ke
pondok kecil kami. Sampai suatu pagi, aku dan ibu tak melihat batang hidung lelaki itu. Angin lembut
membelai dedaunan. Hanya tinggal kesunyian beradu dengan cuaca yang dingin dan panjang.

13 November 2021

 

 

 

 

 

Pusaka Kawula

Wahai anak-anak kebanggaanku, tak terasa sudah sepekan kalian menetas ke dunia. Pancaka, jagalah
adik-adikmu dengan penuh kasih! Teruslah menjadi semangat untuk ibumu nan tua renta ini. Semoga
selalu kuat menghadapi hantaman angin malam, guncangan bumi, atau dahsyatnya letusan gunung berapi.
Kalian harus tetap sekokoh karang, meski sekuat apapun ombak samudera menerjang. Saat ibu
meninggalkan kalian pergi. Semoga kalian tidak membuat air terjun lagi. Sebab perpisahan ini hanya
sementara, sampai adik kalian nan lucu terbit menyinari dunia.

13 November 2021

Tags:
No Responses

Tuliskan komentar