Menu

Puisi Dwi Rahariyoso

Sebuah Puisi

1
Ada yang meloncat, jendela. Malam itu gelap. Seorang manusia kecil, berlari menusuk
Rembulan dan mengumpulkannya bersama reranting.
Dilihat sesaat, bagaimana cahayanya yang pasi. Meronta di antara semak dan pecahan-pecahan perdu; ia gelisah.
Di titik itu.

2
Manusia kecil telah membuatkan pendar api, hangat–di wajahnya.
Dan perlahan rembulan sembab, menangis.
Ia harus pulang ke pangkuan langit. Di atas sana, ruang yang jauh oleh tanah dan aroma
Embun. Manusia kecil memandang ragu.
;tidaklah kau sadar aku berharap padamu?

3
Pelan-pelan diambilnya seikat rumput. Saat rambut itu mulai berserak,
Tertabrak angin.
;aku bukan dari jenismu, tidakkah kau mengerti? Aku rembulan. Yang
mencintai langit dan bulan, tentu saja bukan engkau.
Aku harus pulang
–saat manusia kecil terbangun, ia hanya mendapati
sisa abu dan seikat rumput yang layu

 

Yogyakarta, 17 September 2004

__________
Dwi Rahariyoso. Mahasiswa Sastra Indonesia. Cerpennya pernah dimuat dalam antologi Daftar Hitam Dendam. Beberapa sajaknya dimuat di Bernas. Mencoba tenggelam dalam proses menulis yang lebih intens. Aktif di Sidang Puisi KMSI, LDAP, Sastra Tempel, dan SGK. Selai itu, ia juga seorang gitaris di OCM. Tapi itu dulu…
Puisi di atas diambil dari buku Memoar Perjalanan, antologi puisi Dies Natalies FBS UNY ke-41, 2004.

No Responses

Tuliskan komentar