Menu

Perbincangan tentang Bahasa yang Menggelitik

 

Judul : Remah-Remah Bahasa

Penulis : Eko Endarmoko

Penerbit : Bentang

Cetakan : Pertama, Desember 2017

Tebal : xiv + 166 halaman

Nomor ISBN : 978-602-291-445-7

 

 

Fakta kebahasaan yang kita saksikan sampai hari ini: kedua laras bahasa, baku dan tidak baku, hidup berdampingan layaknya sepasang suami-istri, sekalipun terkadang keduanya saling mengingkari, bahkan saling menistakan. Dan, dari titik inilah kita bersua dengan fakta tak terbantahkan: bahasa adalah penanda identitas khalayak pemakainya. (halaman 47).

Buku Remah-Remah Bahasa kaya akan pengetahuan kebahasaan yang dituturkan dengan cara menggelitik, membuat pembaca penasaran dan menelisik lebih jauh. Selain itu, dalam buku ini juga disinggung siapa W.J.S. Poerwadarminta, yang tak lain adalah Bapak Kamus Indonesia. Beliau memang tidak begitu familier terdengar gaungnya tetapi hasil kerja kerasnya dapat kita rasakan hingga sekarang.

Kata begitu penting bagi manusia. Kata adalah jantung tulisan, wakil yang membopong ide-ide penulis (halaman 80). Kata-kata yang tersusun secara apik akan menciptakan sebuah wacana dan darinya gagasan seorang penulis tersampaikan kepada pembacanya.

Bahasa memang bersifat arbitrer. Di tangan pemakainya bahasa dapat digunakan untuk banyak keperluan. Namun demikian, bukan berarti bebas digunakan tanpa memperhatikan kaidah kebahasaan. Misalnya saja, kita harus berhati-hati terhadap keberadaan kata serapan. Kata serapan memang mengayakan kosakata kita. Namun, percayalah, pemakaian yang terlampau kerap lambat laun bisa mengakibatkan sejumlah kata dalam membuat khasanah bahasa Indonesia terlupakan. (halaman 33). Padahal kita tahu, bertebaran kosakata bahasa Indonesia yang kita miliki tetapi jarang kita lihat penggunaannya, seperti kata senarai, serencengan, merewang. Lewah, langgam, lincir, puritan, lancung, mengapatah.

Hal lain yang memprihatinkan yaitu masih banyak terjadi kata-kata bentukan yang salah akan tetapi dianggap lazim dalam masyarakat. Kita tidak boleh menafikan keberadaan aturan kebahasaan. Jangan sampai karena kita tidak tahu lantas bersembunyi di balik kedok kebebasan. Boleh saja melakukan pilihan, yang tidak boleh ditinggalkan adalah bahwa kegiatan memilih itu mestilah dibarengi dengan memahami.

Eko Sudarmoko sebagai penulis buku ini berhasil menghadirkan sesuatu yang tidak pernah kita pikirkan, yang mungkin terkesan remeh. Namun sebenarnya sarat makna serta menyuratkan satu hal dengan hal lain dengan cara ciamik. Sebuah buku yang cocok dibaca oleh pemerhati bahasa, penulis, guru, bahkan mahasiswa dan pelajar karena di dalam buku ini banyak terserak ilmu kebahasaan yang selama ini mungkin tidak banyak disadari. Buku ini merupakan remah-remah yang enak untuk dinikmati.

 

Yeti Islamawati, S.S. alumni Universitas Negeri Yogyakarta. Keseharian mengajar di MTs. Negeri 9 Bantul, Jalan Wonocatur 446 B,Tegalmulyo, Banguntapan, Bantul, DIY. Nomor HP/WA 081390252413.

Resensinya pernah dimuat di Koran Jakarta, Kedaulatan Rakyat, Harian Bhirawa, Tribun Jateng, Padang Ekspres, Radar Sampit, Radar Cirebon, Kabar Madura, dan Majalah Auleea.

Tuliskan komentar