Sumber gambar: http://dwcorp.blogspot.co.id

Sebagaimana diketahui bersama, belakangan ini berita terkait madrasah membanjiri media massa. Berbagai hal terkait madrasah, baik itu aktivitas maupun kejuaraan yang diperoleh madrasah tersaji di media massa. Khalayak menjadi tahu bahwa siswa madrasah mampu bersaing dengan sekolah umum pada tingkat daerah, nasional, bahkan internasional. Singkat kata, berita tentang madrasah telah menjadi viral.

Hal tersebut tentunya akan membawa dampak baik secara langsung maupun tidak langsung atas terdongkraknya animo masyarakat terhadap madrasah. Madrasah bukan lagi sekadar menjadi pilihan kedua. Tengoklah pada pelaksanaan PPDB yang belum lama ini digelar. Beberapa madrasah melakukan seleksi ketat terhadap calon siswanya. Pendaftarnya pun meluber.

Dengan meningkatnya animo masyarakat, tentu madrasah lebih bisa menyeleksi input yang berkualitas. Setelah animo masyarakat meningkat dan secara kualitatif siswa yang diterima madrasah semakin membaik, apa lagi yang perlu dilakukan? Sudah cukupkah hanya mengandalkan itu-itu saja? Semacam melanggengkan status quo?

Tentunya saja ada sebuah konsekuensi yang diemban, yaitu dengan semakin meningkatkan kualitas madrasah. Artinya, madrasah harus melakukan sesuatu untuk semakin menaikkan level. Sesuatu itu bernama inovasi.

Menurut KBBI inovasi diartikan sebagai pemasukan atau pengenalan hal-hal baru; pembaharuan; penemuan baru yang berbeda dari yang sudah ada atau yang sudah dikenal sebelumnya (gagasan, metode, atau alat). Yang dapat digaris bawai adalah bahwa inovasi merupakan sesuatu hal yang baru.

Ade Febransyah (2016) dalam bukunya 50/50 Belajar Inovasi untuk Menang mengemukakan hal-hal yang terkait dengan inovasi. Meskipun buku tersebut berlatar belakang bisnis, tidak ada salahnya untuk diterapkan dalam dunia penidikan, khususnya pada madrasah.

Jika ditelaah dari sebuah pengambilan keputusan, berinovasi atau tidak adalah sebuah pilihan. Artinya bukan sebuah keharusan. Namun tanpa inovasi suatu hal tidak akan mengalami perubahan signifikan. Tidak akan ada sebuah pencapaian yang lebih tinggi. Hanya itu-itu saja. Datar. Inovasi tidak bisa ditawar-tawar lagi. Bahkan Menag Lukman Hakim Saifudin dalam acara rapat koordinasi Reformasi Birokrasi pernah menyampaikan bahwa, “Untuk mengakselerasi reformasi birokrasi, semua ASN kemenag harus keluar dari rutinitas. Senantiasa memberian ruh di segala kegiatan yang diklakukan. Serta seluruh pegawai senantiasa termotivasi melakukan inovasi perubahan” (Bakti edisi Maret April 2017 halaman 17).

Memang orang yang berininovasi tidak dihadapkan sebuah hasil yang pasti. Justru inovasi dihadapkan pada yang tidak pasti. Perlu diketahui seperti apakah sosok penginovasi itu? Masih menurut Ade Febransyah, para penginovasi berbeda dengan kerumunan. Mereka adalah kumpulan pemberani. Berani melakukan perubahan, berani membelikan solusi penuh empati. Hal-hal yang melekat pada orang yang berani, yaitu berani bermimpi, berani berubah, berani berkreasi, berani berintegritas, berani bermakna, berani berkuasa, berani berdaulat, dan berani berindonesia. Berikut ini akan dijabarkan satu demi satu terkait dengan apa yang dapat dilakukan madrasah.

Berani Bermimpi. Mimpi sah-sah saja jika diikuti tindakan konkrit. Kebanyakan orang enggan keluar dari zona nyaman. Ketika madrasah dinilai sudah memiliki sumber daya manusia yang berkualitas, saatnya mencari tantangan baru. Madrasah harus sadar kekuatan yang dimiliki untuk mewujudkan mimpi. Marilah bermimpi semua madrasah mempunyai keunggulan masing-masing.

Berani berubah. Madrasah harus berani melakukan perubahan ke arah yang lebih baik. Minimal mempertahankan yang sudah bagus dan meningkatkan celah yang dinilai dapat lebih diperbaiki. Perlunya menemukan sebuah terobosan baru berbasis madrasah.

Berani berkreasi. Hendaknya madrasah memberikan iklim kepada para siswa untuk melakukan kresi. Karya tulis ilmiah dapat menjadi gerbang pembuka dalam penemuan kreasi. Tidak ada salahnya ATM. Namun harapannya, madrasah dapat mencipta sendiri sesuatu yang benar-benar baru. Siswa madrasah harus membuat karya.

Berani berinteggritas. Salah satu maknanya yaitu dengan mempertahankan kejujurandan  menghindari kecurangan. Berusaha memberikan solusi atas permasalahan umat manusia, bukan malah menimbulkan masalah. Jangan pula melakukan sesuatu hanya demi popularitas semata.

Berani bermakna. Pendidika madrasah diharapkan memberikan makna bagi pelakunya. Baik itu pimpinan, guru, karyawan maupun murid. Bangga menjadi warga madrasah dengan segala kebaikan di dalamnya. Bukankah di madrasah tidak hanya pengetahuan umum semata, tetapi juga pelajaran agama dan nilai kebaikan?

Berani berkuasa. Berkuasa bukan dalam artian negatif. Ia membuat branding madrasah lebih dikenal luas. Kelebihan-kelebihan di madrasah dapat menginspirasi, Kekuasaan yang dilandasi ilmu pengetahuandan akhlaqul karimah.

Berani berdaulat. Bangsa yang hebat adalah bangsa yang membuat. Tidak ketergantungan kepada pihak lain. Jangan menunggu perintah untuk inovasi barulah berinovasi. Semua stakeholder harus mengupayakan inovasi.

Berani berindonesia. Kita tidak harus berkiblat seratus persen pada pendidikan negara lain. Bukan berarti antiperubahan atau antimasukan. Mengambil secukupnya kemudian disintesa dengan warna lokal indonesia seperti menitik beratkan empati dan gotong royong.

Jika hal-hal tersebut dilakukan, bukan tidak mungkin madrasah akan mencapai masa kegemilangan. Semoga ke depan akan  tumbuh iklim inovasi di madrasah yang didukung semua pihak yang terkait.

 

*) Artikel ini pernah dimuat di Majalah Bakti Kementerian Agama Prov DIY No. 294 – TH XXIV – JULI – AGUSTUS 2017

Tuliskan komentar