Menu

Membincang Nikmat | Puisi-Puisi Daru Maheldaswara

Membincang Nikmat | Puisi-Puisi Daru Maheldaswara | Sumber: https://minanews.net/

MEMBINCANG NIKMAT

 

Bak tembang macapat,
hidupku jalan mendatar.
Tak indah, tak menggila
tapi syahdu bermakna.
Adakah yang lebih dari itu?

Bak guru gatra,
hidupku mengalir melarik.
Tak kurang, tak lebih
tapi padan padu.
Adakah lebih kurang dari itu?

Bak guru wilangan,
hidupku menyisir gatra.
Tak bermuka, tak berupa
tapi jelas cemerlang.
Adakah lebih benderang dari itu?

Bak guru lagu,
hidupku mengikut nurani.
Tak jatuh, tak menonjol,
tapi merdu di mulut orang.
Adakah lebih lantang dari itu?

Syukur adalah puncak nikmat!

Kasongan Permai, 27 Januari 2012

 

 

 

 

REFLEKSI DIRI

 

Akulah pewaris silsilah!

Jiwaku gumpalan luka
dan tempaan matahari.

Aku lelaki
yang tak perlu disambut dan ditangisi,
karena dating dan pergi tanpa pengawal.

Kasongan Permai, 19 Juli 2019

 

 

 

[button link=”https://sukusastra.com/category/sastra/fiksi/puisi/” type=”big” newwindow=”yes”] Baca Kumpulan Puisi Suku Sastra[/button]

 

GOA KEREP SUATU MALAM

 

Kudaki asa
Untuk sampai adorasi
Mencium wangi kesturi
Sambil bermandikan bintang
Hingga terbuka jalan ke puncak
Menemu Kau
Menemu hati
Menemu hidup
: sejati-Mu

Adakah lebih mulia dari itu?

Goa Kerep Ambarawa, 7 Maret 2019

 

 

 

 

 

MASJID PAJIMATAN IMOGIRI JELANG SUBUH

 

Tiga bilangan malam
dalam kegamangan logika,
kubasuh tangan dengan angina
kuusap muka dengan embun
kugosok kaki dengan debu.

Kuraih bintang
kurangkai tasbih
untuk penyerahan diri
bersimpuh
berdzikir
bertahmid
pasrah di kaki-Nya.

Dan seribu ayat
dalam balutan wangi kasturi
membahana
menjemput Subuh
di masjid Pajimatan Imogiri.

Masjid Makam Raja-Raja Imogiri, 10-12 Maret 2019

 

 

 

 

CATATAN PAGI

Hari-hari, silahkan melesat
dan simpang siur entah kemana.
Aku tetap di sini,
memulai segala,
meski banyak orang berkata
: lampau dan using.

Hari-hariku
Pikiran-pikiranku
Mimpi-mimpiku
Berhamburan bersama omong kosong
tentang hidup dan mati.

Sekarang,
semua mulai senja,
meski aku belum menemu pagi.
Apakah kegelisahan hanya milikku?

Kenapa impian selalu menemu kecewa
dan tetap membuatku hidup?

Benarkah kata-kataku bahwa hidup
seperti luka, perih, sepi, dan sedih?

Waktu,
beri aku istirah.
Betapa sulitnya merumuskan pikiran.

Aku mendengar tulang-tulangku
berderit seperti daun pintu.
Tapi kata-kata seperti tak usai aku goreskan.
Seperti hendak ku isi dunia dengan kata-kata.
Penaku bergerak sendiri minta hidup, minta nafas,
dan aku diam dalam kegaduhan
dalam kesimpangsiuran
dalam kerancuan
dalam kekacauan.

Tapi aku,
Tidak
Mabuk keakuan
Mabuk kegalauan
Mabuk kerisauan
Mabuk kebimbangan.

Aku hanya ingin,
hari selalu pagi.

Kasongan Permai, 6 Maret 2019

Tuliskan komentar