https://www.froyonion.com/

 

Sebulan sebelumnya berita koran di Malaysia memuat cerpen tentang pendekar harimau. Manggala jadi terkenal karena cerita silat tentang dirinya. Padahal semua itu hanya cerita hampa bagi kenyataan hidup yang dijalani Manggala. Dia jujur kepada dirinya sendiri kalau dia telah tertipu mentah-mentah hanya untuk belajar silat. Dia menggerutu dan ingin mengumpat. Dibantingnya koran itu sebab dia sendiri merasa muak.

Dia telah kehilangan uang sebesar nilai motor hanya untuk belajar silat cap harimau. Tetapi pahit mesti dia telan mentah-mentah. Dia hanya tertipu omongan orang saja. Rasanya dia ingin menangis. Apalagi setelah dia menulis di koran dan diterbitkan di Malaysia, jadi terkenal dia sebagai Manggala. Sulit baginya menerima kenyataan itu. 

Setelah penat menunggu habisnya kertas dia coret-coret, dia menunggu di kursi dapur. Dia duduk sendirian di dalam gelap. Dia menggerutu dengan dirinya sendiri. Orang-orang apalagi anak kecil sekarang semakin mengenal Manggala. Dia dipermainkan anak kecil yang masih SMP. Dia anak cupu, kalau teriak anak-anak SMP kekinian.

Tentu saja Manggala tidak bisa apa-apa. Malam itu dia merungguk sepi. Seperti biasa dia menyalakan rokok dan merokok sampai habis berbatang-batang. Isu-isu mendesis kalau dia kini dikenal sebagai orang keramat. Punya khodam angin badai. Kalau sedang wirid rumornya bisa mengeluarkan angin puting beliung. Itu rumor yang dikatakan orang lalu lalang.

Sehingga Manggala dikenal sebagai orang keramat rumornya. Tetapi aia sendiri merasa bukan orang keramat. Apa yang datang padanya hanyalah maunah dari Maha Kuasa. Dia berkata, “Sebenarnya perkataan orang itu hanya membuatku semakin besar kepala”. Dia tak tahu kalau semua tetangganya sudah memakai ilmu mata batin. Apa yang diucapkannya dalam hati diketahui semua oleh orang-orang di luar rumah. 

Hingga dia dicap sebagai orang sombong dan sok-sokan. Mungkin itu yang menyebabkan Manggala mudah ketipu orang lain. Dia ditipu sebesar lima juta, dan hanya diam tidak berani melawan penindasan dari kelompok preman kuli desa itu. Badannya yang kecil dan kurus itu semakin menambah kecut dan bergetar di dalam pikirannya saja. Setiap hari dia terpikir bagaimana harus mengembalikan utang kepada kedua orang tuanya. 

[button link=”https://sukusastra.com/category/sastra/fiksi/prosa/” type=”big” color=”lightblue” newwindow=”yes”] Baca Juga Kumpulan Prosa Suku Sastra[/button]

Dia tega maling ATM milik orang tuanya hanya untuk membayar biaya silat cap harimau, kalau kata orang yang dia datangi. Manggala mau saja walaupun dia harus mengeluarkan uang kembali untuk membeli pakaian dan biaya perjalanan jauh pulang pergi dari rumahnya. Semenjak dia datang ke padepokan cap harimau itu, dia merasa teror awalnya sudah hilang. Tetapi dugaan dia salah. Teror itu datang kembali semakin besar. Ternyata orang-orang di sana sudah bersekongkol untuk menipunya mentah-mentah.

Hingga suatu saat ibunya menyuruhnya untuk tidak berangkat silat lagi. Ibunya tahu keresahan hati Manggala, kalau dia sedang dirundung masalah. Dia ditipu orang mentah-mentah. Adiknya yang tahu itu bahkan sampai marah, ibu dan ayahnya juga ikut marah.

“Kamu anak bodoh, bisa-bisanya kamu habiskan uang sebesar itu hanya untuk kegiatan tak berguna,” kata ibunya.

“Kamu itu ditipu orang, kamu harus sadar, jangan jadi babu,” kata adiknya.

Manggala tersadarkan dengan perkataan ibu dan adiknya. Dia memang telah ditipu mentah-mentah. Dia tak tahu bagaimana harus cara membayar utang kepada ayahnya. Kini dia sadar kalau dia ditipu oleh oknum perguruan yang berlabelkan silat harimau hitam.

Hidup di Pati memang keras. Apalagi dia memikirkan setelah lelah pulang kerja kemudian dapat sms untuk berangkat latihan. Itu Manggala lakukan dengan setengah serius. Karena sadar dalam hatinya, kalau dia sedang ditipu orang. Uang segitu seharusnya bisa buat berangkat umroh dua orang. Tapi alhasil hanya tai gedebus.

Esok harinya dia dapat sms dari orang yang tidak dia kenal. Dia menanyakan kenapa sms orang yang punya padepokan. Orang itu juga SMS Manggala kalau akan mengikuti dan mencarinya, bahkan di rumah maupun di tempat kerja. Dia tidak menceritakan itu kepada kedua orang tuanya. Karena nanti ujung-ujungnya bisa masalah sama polisi. Dia tidak mau merepotkan kedua orang tuanya.

Tetapi diam hanya membawa jurang kerugian besar dalam hidupnya. Dia kena tipu, uang ludes, seperti dimaling dan tak pernah ada hasil. Ibaratnya sudah dimaling dan sudah dilucuti semuanya. Manggala merasa menyesal dengan semua itu.

Dia merasa utang besar pada ayah dan ibunya. Uang milik ayahnya hanya dibuang sia-sia olehnya. Budi besar dari ayah dan ibu Manggala tidak terhitung jumlahnya. Apalagi setelah uang ludes 5 juta. Dia hanya bisa bersedih dan berharap ada pembalasan buat oknum-oknum silat label harimau hitam itu. 

Karena tidak punya apa-apa dan tidak memiliki kekuatan, Manggala pun hanya meratap duka. Dia melihat coretan kertas yang dulu dikasih oleh pemilik padepokan tai gedebus itu. Dia buang dan robek kertas itu. Karena hanya tulisan kosong tanpa isi. Hasilnya malah rugi besar.

Ternyata oh ternyata, cerita Manggala pendekar Harimau hanya ilusi. Kebenaran yang ada hanya penipuan dan rugi. Tidak ada kebaikan maupun imun positif yang ada hanya gelap semua. Ternyata, Manggala juga mendapat kunjungan secara ghaib. Mereka melakukan raga sukma sekitar dua orang untuk masuk ke alam mimpinya. Itu info yang dia peroleh dari temannya yang indigo. Ternyata setelah putus hubungan dan membayar uang menurut anjuran dukun label harimau hitam itu, dia mendapat gangguan tak kasat mata dari dukun palsu itu. Dia hanya meratapi bulan dan malam.

 

Pati, 28 Maret 2023

By Muhammad Lutfi

Muhammad Lutfi, adalah seorang sastrawan Indonesia yang lahir di Pati, pada tanggal 15 Oktober 1997. Merupakan putra dari Slamet Suladi dan Siti Salamah yang menyelesaikan S-1 Sastra Indonesia di UNS Surakarta.

Tuliskan komentar