1. Makan Bekal
Gerbang Rumah Labu berderit pelan, lalu terbuka lebar-lebar. Serang dan Timang menunggu di halaman. Teman-teman mulai datang. Mereka masuk dengan tas bekal di tangan kanan. Saat cahaya matahari sudah hilang sepenuhnya, gerbang kembali tertutup. Rumah labu terangkat, menghilang dari penglihatan pohon-pohon, dan pergi jauh sekali. Mungkin mendarat di bulan, mungkin juga tidak. Yang pasti, sebentar lagi, konferensi akan dimulai.
Rumah Labu memang akan pergi jauh saat konferensi berlangsung. Ini terjadi karena kadang-kadang banyak orang menganggap sekelompok anak yang duduk melingkar di dekat sebuah labu besar adalah anak-anak yang sedang melakukan hal konyol saja. Padahal, yang terjadi adalah sesuatu yang lebih besar. Sangat besar dan tidak bisa dianggap sebagai halhal yang konyol.
Konferensi diadakan setiap malam Sabtu, saat teman-teman libur sekolah dan punya waktu untuk berdiskusi. Sabtu pagi (atau paling lambat Minggu pagi), Rumah Labu akan kembali mendarat di kebun labu, berubah menjadi labu kuning berukuran normal, dan tumbuh bersama labu-labu lain.
Rumah Labu tidak bisa berlama-lama pergi dari kebun labu karena bagaimanapun Rumah Labu tetaplah labu dan seperti makhluk hidup lain yang butuh makanan dan air, labu tidak bisa terlalu lama pergi dari sumber makanan dan air. Dan, sumber makanan dan air yang dibutuhkan labu ada di kebun labu. Jadi, kesimpulannya adalah: Rumah Labu tidak bisa pergi dari kebun labu untuk waktu yang lama.
Di konferensi hari ini, ada dua teman yang akan menjadi pembicara. Namanya Segara dan Gegas. Jika ada yang bertanya-tanya apa itu pembicara, mereka adalah orang yang suka bicara. Ada banyak sekali yang perlu dibicarakan karena ada banyak hal yang juga terjadi. Di dalam sebuah ruangan dengan banyak hiasan daun labu itu, semua orang duduk dan membentuk lingkaran besar. Serang (seekor semut rangrang) mulai bicara: “Teman-teman, sebelum kita mulai konferensi ini, mari makan dulu.”
Timang (seekor tikus yang suka makan mangga) menanggapi, “Siapa yang akan memimpin doa makan?”
Banyak teman yang mengangkat tangan. Timang menunjuk seorang teman yang duduk di sebelah kanan. Teman yang ditunjuk melipat tangannya dan mulai memimpin doa.
“Tuhan, berkatilah makanan kami. Amin.”
“Amin.”
“Boleh berbagi makanan?”
“Mungkin boleh. Pasti boleh.”
“Aku bawa lemper, bikinan ibu tadi pagi.”
“Kayaknya enak.”
“Owh! Ada rambut di dalam lemper.”
“Iya, soalnya aku yang bikin, jadi ada rambutnya.”
Setelah semua makanan dalam tas habis, teman-teman bersiap untuk konferensi.
2. Konferensi Nomor 4 1 18 21 18 1 20
Konferensi akan segera mulai.
Segara memimpin doa: “Tuhan, lindungilah konferensi kami.”
“Amin.”
“Dari apa?”
“Pendapat yang jelek.”
“Amin.”
Ada selembar kertas plano besar berisi hasil diskusi minggu lalu tentang usulan topik-topik konferensi hari ini. Begini isinya:
RENCANA KONFERENSI NOMOR: 4 1 18 21 18 1 20
Usulan Topik:
Rencana Kedatangan Megathrust(83 setuju)- Menghilangnya Pulau L (91 setuju)
Krisis Makanan Dunia(54 setuju)Kepunahan Hewan Endemik(72 setuju)Reinkarnasi Malin Kundang(60 setuju)
Menurut hasil perhitungan suara di atas, konferensi minggu depan akan membahas Menghilangnya Pulau L. Topik-topik lainnya akan dibahas pada konferensi-konferensi berikutnya.
Konferensi dimulai.
Sebuah layar turun dari langit-langit Rumah Labu, menggeser daun-daun labu yang berwarna hijau tua, dan menunjukkan sebuah peta besar berwarna biru dan hijau.
Teman-teman mencari Pulau L, yang letaknya di Laut Jawa.
Tapi, tidak ada yang bisa menemukan Pulau L.
“Seperti yang kita lihat, Pulau L sudah menghilang dari peta,” ucap Segara.
“Gawat! Kita harus cari tahu dan bergegas!” kata Gegas.
“Kita harus membahas kajian tentang hilangnya Pulau L,” kata Segara.
Teman-teman mengangguk.
“Sebelum itu, ada yang bersedia menulis notula?”
Seorang teman dengan rambut dikuncir dua mengangkat tangan.
Timang dan Serang yang berperan sebagai fasilitator Konferensi Rumah Labu memutar sebuah video dokumenter tentang Pulau L.
“Kenapa pula Pulau L bisa menghilang?”
3. Pulau L Sebelum dan Saat Menghilang
Ada cerita tentang sebuah pulau di Laut Jawa. Entah bagaimana bisa disebut Pulau L. Tetapi, saat di peta tertulis Pulau L, semua warga sepakat menyebutnya Pulau L. Di sana, pasir-pasir sangat bulat dan halus. Angin begitu sejuk. Air laut berwarna biru jernih dan menjadi seperti kaca saat ditabrak cahaya. Warga yang hidup di sana suka tersenyum. Mereka mengutip fosil kerang setiap pagi, lalu meroncenya di sore hari. Ada banyak sekali gelang, kalung, anting, dan aksesori yang cantik di sana!
Di utara Pulau L, ada sebuah pulau yang disebut Pulau Nyamuk. Mungkin dinamai begitu karena ada banyak jenis nyamuk di sana. Tetapi, tidak seekor nyamuk pun datang ke Pulau L. Oleh sebab itu, saat Pulau L menghilang, nyamuk-nyamuk masih selamat.
Pulau L berisikan anak-anak dan orang tua yang suka menulis harapan. Mereka memasukkan kertas harapan ke dalam botol kaca, lalu menguburnya dekat pohon kelapa tertinggi di pulau. Nanti, saat sudah hampir lupa pada botol kertas harapan, mereka akan menggalinya, membacanya, lalu tertawa gembira.
Tetapi, suatu hari sebuah kapal amat besar berhenti dekat Pulau L. Dari kapal itu turun kendaraan yang juga besar dan berbentuk aneh. Bagian depan mobil itu memiliki belalai dengan gerigi tajam serupa sendok sayur di ujungnya. Mobil-mobil itu mengangkut pasir-pasir Pulau L yang bulat dan halus dan memindahkannya ke dalam sebuah bak kotak maha besar.
Warga Pulau L marah! Mereka mengusir kapal amat besar dan kendaraan aneh dari sana, tetapi tubuh mereka tidak kuat mendorong. Beberapa manusia nakal yang datang bersama kapal amat besar dan kendaraan aneh mengatakan bahwa pasir-pasir bukan milik warga Pulau L. Kata mereka, kerang-kerang juga bukan milik warga Pulau L. Maka, semuanya boleh diangkut!
Warga Pulau L menangis. Mereka, yang biasanya membuat kertas harapan, kini membuat kertas kemarahan super panjang.
“PULAU L ADALAH RUMAH KAMI. PASIR-PASIR YANG BULAT DAN HALUS ADALAH TANAH YANG MENYANGGA KAKI-KAKI KAMI. KERANG-KERANG ADALAH PENYAMBUNG HIDUP KAMI. MAKA DARI ITU, KAMI HARUS LINDUNGI PULAU L! KAMI HARUS JAGA PULAU L DARI MANUSIA NAKAL YANG MENYAKITINYA!”
Waktu berlalu. Pasir-pasir yang bulat dan halus dan kerang-kerang yang cantik telah pergi dibawa kapal amat besar dan kendaraan aneh. Kini warga pulau L hanya duduk di sedikit pasir yang tersisa, di dekat pohon kelapa tertinggi di pulau. Mereka duduk berimpit-impitan, saling pegang agar tak ada yang jatuh ke laut. Rumah mereka masih ada, tapi mereka memilih duduk bersama untuk saling menguatkan.
Pada malam harinya, sinar bulan memberi penerangan yang teduh untuk Pulau L. Ini adalah penerangan teduh terakhir yang dilihat warga pulau itu. Sebab, segera setelahnya, Pulau L jatuh ke laut. Keesokan paginya, sudah tak ada apa-apa di sana. Hanya laut biru gelap yang berkilap-kilap.
4. Usaha Menyelidiki Pulau L
“Teman-teman, kita sudah melihat apa yang terjadi di Pulau L. Apakah ada komentar?” tanya Segara.
“Ya namanya megathrust! Gempanya besar banget, bisa bikin megalodon mati.”
“Megalodon emang udah mati!”
“Kaya mosasaurus yang ekornya panjang.”
“Bukannya pendek?”
“Teman-teman?”
…
“Halo?”
Gegas menggebrak meja dengan keras yang membuat teman-teman di konferensi memandangnya.
“Apa bisa kita bahas Pulau L? Kesepakatannya minggu lalu apa?”
“Iya, kita sepakat bahas Pulau L. Bukan megathrust atau megalodon atau mosasaurus.”
“Kita bisa duduk dan bicara banyak di sini, tetapi warga Pulau L,” ucap seorang teman (dia hampir menangis saat mengatakan ini), “mungkin mati.”
Segara menengahi teman-teman dan melanjutkan diskusi meski beberapa teman tidak bisa fokus.
Seorang teman tunjuk jari. Katanya: “Pulau L hilang karena seluruh pasirnya diambil.”
Gegas mengangguk. Ia ingin bergegas mendatangi Pulau L.
“Beberapa manusia nakal telah membuat Pulau L menghilang. Kita harus bergegas!”
Segara dengan tenang menimpali, “Kita harus atur strategi dulu. Kita anak kecil, dan mereka manusia besar, nakal, dan jahat. Kalau tidak pakai strategi, kita bisa diremehkan.”
“Bukannya pasir tidak boleh diambil, ya?”
“Mungkin surat larangannya diubah, diganti baru.”
“Surat yang baru bilang boleh ambil pasir?”
“Mungkin. Akal-akalan manusia nakal.”
Segara mengetuk meja tiga kali, yang membuat teman-teman yang bicara tanpa tunjuk jari diam.
“Kita harus cari Pulau L.”
Gegas menaikkan alisnya. Katanya: “Kan sudah hilang?”
Segara menjawabnya, “Sebaiknya kita cari dulu jejak Pulau L, setelah itu kita kirimkan protes kepada manusia nakal itu.”
Banyak teman setuju, beberapa teman tidak setuju.
Serang dan Timang, sebagai fasilitator Konferensi Rumah Labu, mempersiapkan pelampung. Satu pelampung bocor karena, saat meniupnya, Timang tak sengaja menggigitnya. Bagaimanapun, dia adalah tikus. Dan tikus suka menggigit apa pun. Kejadian ini dihentikan oleh Serang yang segera menggigit Timang. Semut memang akan menggigit sesuatu yang berpotensi menjadi ancaman. Rumah Labu pergi jauh ke lautan, terbang menuju koordinat -5.9883055, 110.2028057, tempat Pulau L seharusnya berada.
Di hamparan laut biru gelap yang berkilap-kilap, Rumah Labu mendarat. Teman-teman memakai pelampung dan terjun ke laut. Tapi, Pulau L sudah tidak terlihat. Serang dan Timang segera menyiapkan peralatan menyelam. Maka, teman-teman yang bisa menyelam memakai peralatan menyelam dan masuk ke dalam air.
Teman-teman bertanya pada ikan-ikan, tetapi tidak satu pun ikan melihat Pulau L! Segara menduga, Pulau L jatuh jauh sekali ke palung laut. Pulau L dan warga Pulau L pergi jauh ke tempat yang tidak bisa didatangi oleh teman-teman dan ikan-ikan. Mungkin, mereka semua kini tinggal di rumah Gurita Dumbo. Jauuuuuh dan gelap sekali di bawah sana.
Gegas ingin bergegas menyelam ke rumah Gurita Dumbo. Hal ini dilarang oleh Segara yang memberi tahu Gegas bahwa di bawah sana sangat gelap dan tekanan air sangat tinggi, cukup tinggi untuk membuat seseorang pecah seperti semangka yang jatuh dari gedung tinggi. Maka, Gegas setuju untuk merumuskan protes saja kepada manusia-manusia nakal. Mereka ingin menghujani markas manusia-manusia nakal dengan banyak sekali protes. Namun, upaya ini gagal karena manusia-manusia nakal itu sangat jahat. Mereka punya banyak cara untuk menggagalkan strategi yang disusun anak-anak. Saat Rumah Labu bersiap pergi dari laut, manusia-manusia nakal dan jahat itu mengirimkan ribuan ulat untuk menggerogoti Rumah Labu. Ini adalah bencana yang besar sebab Rumah Labu bisa mati!
Segara, dengan penuh perencanaan, segera melakukan kesepakatan dengan manusia-manusia nakal itu. Manusia-manusia nakal itu ingin teman-teman berhenti menyelidiki Pulau L jika ingin selamat. Segara tentu saja menolaknya. Ia tidak sudi melakukan kesepakatan jelek macam itu!
Beberapa teman setuju saja untuk berhenti menyelidiki. Bagaimanapun, ini demi keselamatan mereka dan juga keselamatan Rumah Labu.
“Tidak adil bagi Pulau L.”
“Pulau L dijahati dan kita tidak boleh diam.”
Teman-teman sepakat untuk tidak membuat kesepakatan jelek dengan manusia-manusia nakal. Maka, teman-teman berdoa untuk keselamatan dan keamanan.
“Tuhan, lindungilah kami dan Rumah Labu hingga tiba di rumah dan kebun labu.”
“Amin.”
Doa anak-anak baik selalu mengundang hal-hal baik pula. Ribuan burung pelatuk datang dan menyerbu ulat-ulat, lalu menyimpannya di dalam perut mereka. Rumah Labu sudah bebas ulat, tetapi harus segera kembali ke kebun labu karena sudah sakit. Ulat-ulat telah membuat begitu banyak lubang pada tubuh Rumah Labu. Teman-teman memutuskan kembali ke kebun labu saja (demi keselamatan dan keamanan yang mereka doakan). Timang dan Serang menarik tuas, mengarahkan kemudi untuk turun ke kebun labu. Di sanalah mereka membuat notula.
5. Hal-hal yang Bisa Dilakukan
NOTULA KONFERENSI NOMOR: 4 1 18 21 18 1 20
Setelah konferensi “Menghilangnya Pulau L”, kami menemukan sebuah misteri besar. Pulau L telah tidak seimbang karena pasir-pasir yang bulat dan halus telah dicuri. Yang mencurinya adalah manusia-manusia nakal. Ini merupakan pencurian yang jahat dan besar-besaran. Tanpa pasir-pasir, Pulau L tenggelam. Keberadaannya sulit diketahui, tetapi bisa kami prediksi. Kemungkinan Pulau L ada di Palung Jawa, di rumah Gurita Dumbo. Ada juga kemungkinan Pulau L pecah karena tekanan laut dalam. Selain dugaan-dugaan itu, kami belum tahu.
Kami amat sangat marah.
Menanggapi kejadian ini, kami memutuskan untuk mengambil langkah-langkah sebagai berikut:
− Mengutuk perbuatan manusia-manusia nakal,
− Mengirim surat protes kepada manusia-manusia nakal (hampir gagal),
− Berdoa untuk Pulau L.
Demikian notula dari konferensi ini.
6. Kembali Pulang
Rumah Labu berhenti di tempat pertama kali temanteman datang (kebun labu). Gerbang Rumah Labu kembali berderit. Teman-teman melihat ke langit. Hujan deras sekali menerbangkan surat protes yang mereka tulis untuk mengutuk perbuatan manusia-manusia nakal. Terbang entah ke mana, tapi semoga sampai pada banyak orang yang membaca kelakuan jahat manusia-manusia nakal itu. Dengan begitu, perlawanan akan semakin besar, dan (semoga) kita bisa menang. Teman-teman pulang ke rumah dengan tas bekal kosong di tangan kiri.
Peta telah berubah. Tidak ada lagi Pulau L. Tetapi, Pulau S tiba-tiba jadi besar.***