Menu

Kidung di Tengah Malam | Puisi-Puisi Abdul Wahid BS

Kidung di Tengah Malam | Puisi-Puisi Abdul Wahid BS | Sumber: https://www.pexels.com/

 

Kidung di Tengah Malam

 

seorang perempuan setelah melahirkan
ia pandang bayi lelakinya sebagai lukisan
wajah suaminya, dan diamdiam ia berdoa
“semoga anakku lebih baik dari suamiku”

seorang perempuan menantunya melahirkan
ia pandangi bayi anak lelakinya sebagai lukisan
wajah suaminya, dan diamdiam ia berdoa
“semoga cucuku lebih baik dari suamiku”

perempuan itu ingin banget menimang cucunya
ia tak tahan ingin mandikan sebagai darah dagingnya
ia memandang wajah bayi seperti rupa masadepan
ia banyak keinginan, tetapi hatinya terpenjara

perempuan itu ingin banget menggapai cucunya
sebagai ia memiliki suaminya
dan anak lelakinya, sangat memuliakannya
sebagai perempuan begitu ingin ia menjadi ibu

tetapi perempuan itu hanya menimang bayangbayang
ia ninabobokan bayi anak lelakinya sebagai kidung
di tengah malam, ia tidurkan di dalam anganangan
ia lantunkan pujiapujian yang tak terbilang

tetapi perempuan itu hanya mengidung bayangbayang
ia pandangi bayi anak lelakinya sebagai lukisan
wajah suaminya, dan terus saja ia sebutsebut nama cucunya
hingga seluruh dirinya menjelma menjadi doa

yogyakarta, 8 april 2018

 

 

 

[button link=”https://sukusastra.com/category/sastra/fiksi/puisi/” type=”big” newwindow=”yes”] Baca Kumpulan Puisi Suku Sastra[/button]

 

Stasiun Sebuah Pertemuan

 

ada banyak jalan pilihan
menuju musim hujan yang
membikin aku menunggu di tepian jendela
atau menembusnya dengan payung

atau ke dataran musim kemarau
di mana aku dan debu samalah diterbangkan
oleh angin dan ketidakberdayaan
dahaga kasihsayang tak terbilang

atau menuju jalan hatimu yang
hakim agung dari hari kemarin tibatiba bisa
mengetokkan palu bahwa
aku harus disalibkan seperti isa

tetapi aku memilih jalan musim di luar musim
tidak semua kebenaran diungkapkan bahasa yang
pasti aku tidak takut kepada bayang-bayang
apalagi cuma dunia dan kemegahan

sekalipun terlihat di semua halaman buku
di segala persimpangan dan perjumpaan
sedari bangkubangku kuliah kau dan aku dulu
di setiap pelukan dan perpisahan: pandanglah…..

ke depan keberduaan kau aku adalah
terusmenerus perjalanan indah hati nurani
dan kau dan aku tidak akan mau berhenti menyusuri
sebuah perjalanan tanpa akhir menuju hatimu

tersebab engkaulah jalan
sekaligus tujuan itu sendiri
dari satu stasiun ini ke stasiun lain
ke balik cakrawala

yogyakarta, 3 juni 2018
* diilhami sajak yang hilang,
“Stasiun: Sebuah Pertemuan” (1989)

 

 

 

 

Ulang Tahun

ulang tahun bukanlah hanya
tahun yang berulang ia
adalah pejalan kaki yang
mengukur trotoar tak terhingga

sampailah di sebuah tikungan usia
ia berjumpa denganmu tibatiba
ia jatuh cinta kepada alis matamu yang
lebat seperti hutan dan hujan masakecilnya

ulang tahun bukanlah hanya
tahun yang berulang ia
adalah pejalan hatimu yang membaca
begitu telaten halaman dari hari ke hari

sampailah di sebuah alinea usia
ia menemukan jawaban yang selama
ia pandangi wajahmu kemanapun arah yang
dituju seperti matahari dan pelangi masakecilnya

yogyakarta, 10 juni 2018

 

 

 

 

*) Puisi-puisi di atas pernah dikirimkan kepada panitia Joglitfest 2019. Joglitfest.id

Tuliskan komentar