Menu

Puisi-Puisi Firman Fadilah

HUJAN PIATU

 

Hujan yang piatu di halaman,
kurasakan diriku tergulung badai dalam
secangkir teh pahit yang bukan kesukaanmu.
Kesunyian merayap di rimba pohonan dan
kesedihan mengalir, namamu terhapus kemudian
diretak tanah yang tak mampu membendung rindu.

Rasaku tumpah di keruh tubuh sungai dan
kusiapkan payung bagi hujan yang gigil,
membersamai perasaannya untuk Bumi di ambang
penantian. Di kolong langit, kilat-kilat mengerjap
sepadan kelam pedih nama yang kueja seperti
wirid tetes-tetes embun di daun paling kering.

Hujan yang tidak mengenal batas waktu,
kurasakan diriku mengembara di arak
awan-awan paling kelabu. Di titik kegelisahan
yang muntab, adakah kau di sana, di antara
geliat orang-orang yang sibuk menggadai setianya
atau kau sedang menonton drama
romansa penuh sandiwara dan kaubayangkan
kita sedang berciuman.

Kusiapkan doa-doa keselamatan untukmu
sebab tidak ada kata-kata paling mujarab selain itu
dan puisi hanya pengalihbahasaan wujud rindu
yang selalu berembun di mataku. Esok, jika kau temui
hujan di kotamu, barangkali itu adalah aku
yang selalu merindukanmu.

16 Juni 2021

 

 

 

[button link=”https://sukusastra.com/category/sastra/fiksi/puisi/” type=”big”] Baca Kumpulan Puisi Suku Sastra[/button]

 

 

MENANTI

Pernahkah kautanya perasaan senja yang
sebentar di antara kepak camar dan debur
ombak kesunyian. Kurasakan diriku tenggelam di
laut itu, memanggil-manggil, lalu tersangkut di
sampan yang terombang-ambing gelombang purnama.

Legam, langit melegam. Yang tersisa hanya
bebatuan saksi bisu kepergian. Dan matahari
seutuhnya hilang di mataku yang
berpedih-pedih berupaya mengingat sisa
parasmu.

Tubuhmu kuumpamakan senja yang semakin
hilang kukejar. Selalu bayang-bayang
berkelindan mencengkeram mata ingatan. Nyiur
menari, gemerisik nyanyian melankoli. Kaukah itu
yang mendatangkan gemuruh riak-riak rindu di dadaku?

Kekasih, aku menantimu.

12 Juni 2021

 

 

[button link=”https://sukusastra.com/category/sastra/fiksi/puisi/” type=”big”] Baca Kumpulan Puisi Suku Sastra[/button]

 

 

RIBUAN RINDU

 

Engkau menanam ribuan rindu
di dadaku yang akan kembali
merebahi muara kalbu paling rimbun.
Bersarang di aroma pekat tubuhmu adalah
tempat kembalinya peluk rimba-rimba
kealpaan yang jauh kausemai
di antara garis tegas detak nadiku.

Kusiapkan sepasang lengan.
Barangkali kaulupa bagaimana caranya
menyentuh sebab mati rasa rasanya
ditampar kesendirian.

Kurasakan terjerembab dalam risau rusukku,
jantungku yang mendaraskan namamu.
Bilah-bilah tulang dan setiap sisi dadaku
sejatinya milikmu.

19 June 2021

 

 

[button link=”https://sukusastra.com/category/sastra/fiksi/puisi/” type=”big”] Baca Kumpulan Puisi Suku Sastra[/button]

 

 

MALAM SEPI

Malam yang bergemerlap lampu-lampu kota,
bulan berupaya menghibur sepi hatiku dengan
menjelma indah wajahmu. Tubuhku yang gemetar,
meringkuk sendirian dalam pekat bayang-bayang
rumpun senyum dan aroma parfummu di sisa jemariku.
Langit legam mendatangkan tanya akan kabarmu malam ini.

Kesendirian yang bagaimana lagi harus
kutanggung? Tanpamu malam umpama lorong panjang
tiada akhir. Bintang berserak layaknya
kata-kata dalam sebuah sajak yang gagal
melukiskan rindu. Riuh serangga adalah celoteh
tentang nada-nada sumbang. Begitu sedihnya

Dan aku hanya bisa mengatakan, alangkah sepinya
malam ini, jika tidak ada kamu di sisi.

24 Juni 2021

No Responses

Tuliskan komentar