Empat Pilar MPR RI sebagai Strategi Pendidikan di Tengah Pandemi dan Tantangannya ke Depan

Empat Pilar MPR RI sebagai Strategi Pendidikan di Tengah Pandemi dan Tantangannya ke Depan

Anggota MPR RI Dr. H. Hilmy Muhammad, M.A. menyelenggarakan sosialisasi Empat Pilar MPR RI di Gedung DPD RI Perwakilan Yogyakarta pada Selasa (10/11). Pada kesempatan tersebut, tema yang diangkat adalah Pendidikan di Tengah Pandemi dan Tantangannya ke Depan. Hadi sebagai pembicara adalah Dr. H. Abdul Ghofar, MBA. (Wakil Rektor I UNU Yogyakarta) dan Dr. Fathorrahman, S.Ag., M.Si. (Wakil Dekan III Fakultas Saintek UIN Sunan Kalijaga).

Salah satu karakteristik Indonesia sebagai negara-bangsa adalah kebesaran, keluasan dan kemajemukannya. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan terdapat 1.128 suku bangsa dan bahasa, ragam agama dan budaya di sekitar 16.056 pulau. Untuk itu perlu konsepsi, kemauan dan kemampuan yang kuat dan memadai untuk menopang kebesaran, keluasan dan kemajemukan keindonesiaan.

Dalam Materi Sosialisasi Empat Pilar MPR RI (2015) dijelaskan tentang pengertian empat pilar dan isinya. Empat pilar kebangsaan adalah tiang penyangga yang kokoh (soko guru) agar rakyat Indonesia merasa nyaman, aman, tenteram dan sejahtera serta terhindar dari berbagai macam gangguan dan bencana. Pilar adalah tiang penyangga suatu bangunan agar bisa berdiri secara kokoh. Bila tiang rapuh, bangunan akan mudah roboh.

Empat pilar disebut juga fondasi atau dasar yang menentukan kokohnya bangunan. Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara adalah kumpulan nilai-nilai luhur yang harus dipahami seluruh masyarakat. Dan menjadi panduan dalam kehidupan ketatanegaraan untuk mewujudkan bangsa dan negara yang adil, makmur, sejahtera dan bermartabat. Konsep Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara terdiri dari Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.

Empat pilar tersebut tidak dimaksudkan memiliki kedudukan sederajat. Setiap pilar memiliki tingkat, fungsi dan konteks yang berbeda. Pada prinsipnya, Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara, kedudukannya berada di atas tiga pilar yang lain. Empat pilar tersebut merupakan prasyarat minimal bagi bangsa Indonesia untuk berdiri kukuh dan meraih kemajuan berlandaskan karakter kepribadian bangsa Indonesia sendiri. Setiap warga negara Indonesia harus memiliki keyakinan bahwa empat pilar tersebut adalah prinsip moral ke-Indonesia-an yang memandu tercapainya kehidupan bangsa yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

Dalam mencapai tujuan tersebut, dibutuhkan kontekstualisasi dalam mengaplikasikan nilai-nilai Empat Pilar tersebut agar tetap selalu menemukan momentumnya dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia. Dalam kesempatan kali ini, Dr. H. Hilmy Muhammad, M.A. sebagai anggota MPR RI menyelenggarakan sosialisasi MPR RI dengan tema “Siasat Pendidikan di Tengah Pandemi dan Tantangannya ke Depan”.

Dengan tema ini, diharapkan nilai-nilai Empat Pilar MPR RI dapat terinternalisasi dalam bidang pendidikan, utamanya dalam menyiasati kondisi saat ini dan tantangannya ke depan ketika pandemi ini terus berlanjut.

 

Siasat Pendidikan di Tengah Pandemi dan Tantangannya ke Depan

Dr. H. Abdul Ghofar, MBA. Menyampaikan materi berjudul Siasat Pendidikan di Tengah Pandemi dan Tantangannya ke Depan. Disrupsi teknologi terjadi di dunia pendidikan, pembelajaran tatap muka yang dilaksanakan 100 persen di kelas, secara tiba-tiba mengalami perubahan yang sangat drastis. Pemaksaan terhadap pelajar dan mahasiswa tersebut juga terjadi pada pihak guru/dosen maupun instansi pendidikan. Pelajar dan mahasiswa “dipaksa” untuk melakukan pembelajaran dari rumah melalui jaringan internet.

Di sisi lain, hal ini cukup memberikan keuntungan karena pembelajaran tak lagi berbatas ruang dan teritori. Orang bisa belajar di mana saja dan mengikuti perkuliahan dari mana saja dengan biaya yang mungkin relatif lebih murah. Bisa jadi, biaya pendidikan lebih murah karena tak memerlukan gedung megah dan sebagainya.

Lalu bagaimana peran Pendidikan Tinggi? Fungsi Pendidikan Tinggi dalam UU no. 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi:

  1. Mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa;
  2. Mengembangkan Sivitas Akademika yang inovatif, responsif, kreatif, terampil, berdaya saing, dan kooperatif melalui pelaksanaan Tridharma; dan
  3. Mengembangkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dengan memperhatikan dan menerapkan nilai Humaniora.

Ketiga peran itu merujuk pada satu hal, yaitu pengembangan karakter, keterampilan, dan pengetahuan.

Kemudian apa basis karakter negara maju dan kaya? Ada beberapa prinsip sebagai berikut:

  1. Ethics, as a basic principle.
  2. Respect to the laws & rules.
  3. Respect to the rights of other citizens.
  4. Work loving.
  5. Strive for saving & investment.
  6. Will of super action.

Internalisasi Nilai-nilai Keindonesiaan dalam Bidang Pendidikan

Dr. Fathorrahman, S.Ag., M.Si. menyampaikan materi Internalisasi Nilai-nilai Keindonesiaan dalam Bidang Pendidikan. Dengan perubahan paradigma pendidikan serta semakin luasnya akses informasi yang akan sangat terbuka, diperlukan pertahanan atau benteng bagi peserta didik agar tidak kehilangan jati diri dan menjadi pengikut ideologi-ideologi yang tidak diharapkan.

Di antara yang dapat membendung hal tersebut adalah bidang pendidikan. Bidang pendidikan sebagai medan produksi dan distribusi pengetahuan diharapkan dapat mencerminkan nilai-nilai keindonesiaan sehingga berbagai kekhawatiran ke depan dapat dikikis. Pertanyaannya kemudian adalah nilai-nilai keindonesiaan seperti apa yang semestinya ditanamkan kepada peserta didik? Model pembelajaran inovatif seperti apa yang bisa menjadi pilihan agar tidak membosankan?

Untuk menjawab hal itu, Fathorrahman fokus pada dua hal, yaitu Penguatan Karakter Keindinesiaan dan Dialektika Spirit Keindonesiaan.

Penguatan Karakter Keindonesiaan

  1. Menginterkoneksikan nilai-nilai kebangsaan ini ke dalam rangkaian metode dan pendekatan pembelajaran sehingga proses belajar mengajarnya betul-betul mengedepankan corak keilmuan yang menumbuhkan komitmen kewarganegaraan dan semangat keindonesiaan yang tercakup dalam UUD 45, Pancasila, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.
  2. Mengedepankan nilai-nilai kearifan, kebersahajaan, dan kerukunan dalam menyikapi berbagai persoalan. Selain itu, nilai-nilai pancasila harus dijadikan sebagai basis evaluasi dan monitoring di setiap pelaksanaan pendidikan dan pembelajaran.
  3. Meneguhkan pendidikan sebagai agen perubahan sosial sekaligus menjadi rujukan dan panutan gerakan sosial kritis berbagai lapisan masyarakat. selain itu pendidikan harus menjadi teladan pembelaan dan kerelawanan yang terlibat secara empatik dengan problem sosial masyarakat sehingga melahirkan banyak perubahan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
  4. Pendidikan sebagai instrumen transformatif untuk mengaktualisasi dan mengkontekstualisasi khazanah kebudayaan Indonesia (Nusantara). Terlebih di era Artificial Intelligence, kebudayaan Indonesia yang menjadi file kosmopolitanisme (baik dalam aspek geografis, sosiologis, antropologis, dan semacamnya) perlu menjadi state of mine. Seperti Jepang yang menjadi modern tanpa menghilangkan tradisi.

Dialektika Spirit Keindonesiaan

Untuk menumbuhkan dan menumbuhkan spirit keindonesiaan dalam sistem pendidikan, setidaknya perlu konstruksi pengetahuan yang saling berdialekif.

  1. Fase eksternalisasi yaitu upaya melakukan pencurahan secara terus menerus terhadap nilai-nilai keindonesiaan yang dijadikan sebagai world view dalam aktualisasi dan kontekstualisasi filosofi pendidikan.
  2. Objektifikasi merupakan upaya konkretisasi nilai-nilai keindonesiaan dalam bentuk aturan, kebiasaan, pengetahuan, kurikulum, iklim pembelajaran sehingga nilai-nilai tersebut menjadi sebuah kefaktaan (faktisitas) yang bisa diakui oleh banyak pihak.
  3. Internalisasi sebuah upaya peresapan kembali perihal nilai-nilai keindonesiaan (yang menjadi sebuah realitas), dan mentransformasikannya sekali lagi dari struktur-struktur dunia objektif ke dalam struktur-struktur kesadaran subjektif. Melalui objektivasi maka masyarakat menjadi suatu realitas sui generis, unik. Melalui internalisasi, maka manusia merupakan produk masyarakat.

Comments

No comments yet. Why don’t you start the discussion?

Tuliskan komentar