Menu

Dunia Teater di Masa Pandemi (Sesi II)

Himpunan Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia (PBSI) bekerja sama dengan Keluarga Mahasiswa Sastra Indonesia (KMSI) UNY menyelenggarakan diskusi virtual bertema Dunia Teater di Tengah Pandemi pada Sabtu, 11 Juli 2020 melalui Google Meet.

Dua pembicara yang dihadirkan adalah Muhammad Rasyid Ridlo, S.S., M.Pd., dan Febrinawan Prestianto, S.S. Berikut ini adalah rangkuman pembicaraan dengan kedua pembicara tersebut.

 

DISKUSI SESI 2 

Pemantik                      : Febrinawan Prestianto

Moderator                    : Raihan Robby

 

Dari kelompok teater Kak Giant adakah yang tertunda karena pandemi ini?

Ya, forum aktor Indonesia sebenarnya menyiapkan produksi di bulan Juli, tetapi karena situasi ini bisa saja ditunda/bisa saja untuk memikirkan untuk melangkah selanjutnya jauh ke depan. Sebelumnya pemah membuat suatu karya dramatic reading digital, secara digital dibacakan menggunakan medium.

Jika ada dokumentasi pementasan teater yang sifatnya streaming, dari forum aktor melakukan itu atau tidak?

Teater itu istimewanya yaitu liveness-nya atau pada saat itu, ketika penonton berinteraksi langsung dengan semua panca inderanya terlibat. Teater mengalami revolusi dari zaman dahulu yang tanpa teknologi kemudian sampai saat ini yang berkembang. Dan pandemi ini menguji keberlangsungan atau kekuatan teater itu sendiri. Di masa pandemi ini harus menyiapkan strategi. Menyiapkan teater yang mirip dengan biasanya dengan media digital.

Bagaimana rasa menonton teater langsung dengan teater digital? Bagaimana pandangannya mengenai teater yang tetap berjalan menggunakan media di  masa pandemi?

Teater yang tetap berjalan harus mematuhi protokol kesehatan, di masa seperti ini sebenarnya kalau saya belum berani untuk melakukan pementasan. Teater memang dari zaman dahulu juga harus beradaptasi pada keadaan apa pun.

Menurut Kak Giant gambaran atau konsep pementasan seperti apa yang cocok dengan situasi seperti ini?

Menurutku, semuanya perlu dibahas atau dicoba. Pembacaan cerpen, dramatic reading, one take film, one take video, dari beberapa yang aku amati belum ada pembaharuan atau gagasan yang baru masih sama dengan hal-hal yang sudah terjadi. Belum ada gagasan atau bentuk kekinian yang kami dapatkan. Penonton juga perlu beradaptasi untuk mengikuti  situasi yang seperti ini, itu yang dibutuhkan kami pelaku seni.

Teater di Indonesia memiliki ciri khas masing-masing. Sebenarnya, ada nggak, ideologi di dunia teater?

Kalau membicarakan ideologi itu luas dan tergantung dengan internal dari kelompok teater itu sendiri. Contohnya Teater Gandrik mereka memiliki ideologi yaitu ingin menyampaikan kritik sosial tetapi dengan cara yang jenaka. Masa sekarang ini mungkin bukan ideologi tetapi lebih ke jalan altematif.

Apabila pandemi ini telah berakhir, apakah ada teater pasca pandemi?

Teater adalah peristiwa yang tidak hanya terjadi di atas panggung. Sebelum pementasan di panggung di mulai, menurutku sudah terjadi peristiwa yang kunamakan itu adalah pagelaran. Jadi, bagaimana penonton masuk, bagaimana penonton memilih tempat duduk, kemudian ada MC masuk itu menurutku sudah peristiwa teater. Jadi kalau teater pasca pandemi menurutku tidak ada yang baru, masih wacana dan belum terlihat bentuk-bentuknya.

Kemarin sempat ada beberapa angket bahwa pemerintah akan memberikan bantuan kepada para pekeja kreatif. Menurut Mas Giant adakah bantuan itu untuk para pekerja kreatif?

Sebenarnya, keberlangsungan seni pertunjukan yang perlu diperhatikan pemerintah. Kalau sebelum pandemi dulu, ada dana istimewa yang jumlahnya lumayan untuk pelaku teater. Bisa saja saat ini para seniman ini tidak membutuhkan finansial tetapi membutuhkan alat untuk membuat karya mereka. Banyak hal yang belum tersentuh oleh pemerintah, daripada ngomongin bantuan mending memikirkan apa yang bisa kita lakukan dalam situasi seperti ini.

[button link=”https://sukusastra.com/category/sastra/nonfiksi/” type=”big” color=”red”] Baca Kumpulan Artikel Suku Sastra[/button]

Tanya Jawab

Pertanyaan 1 (Haris Kurniawan)

Mohon izin untuk bertanya. Banyak platform yang sangat memungkinkan di media sosial untuk melangsungkan pertunjukan secara online. Lantas platform yang sangat pas untuk melangsungkan pertunjukan via online ( ticketing/non ticketing) bagi UKM di kampus menurut mas-mas apa nggih?

Penggunaan platform tergantung konsep pertunjukan. Memiliki kuota banyak pakainya Youtube, kuota tidak banyak pakainya link, viewers gratis pakainya live Instagram. Dapat menggunakan berbagai macam platform.

Etika menonton diperlukan tidak dalm menonton teater di digital?

Lebih memikirkan bahwa konsep pertunjukan kita disaksikan secara utuh.

 

Pertanyaan 2 (Ayub Raharja)

Izin bertanya. Kak Jay, sebagai pegiat teater, nih. Respon/tanggapan panjengan terhadap kabar bahwa bioskop dalam waktu dekat ini akan dibuka bagaimana? Apakah ada timbul perasaan cemburu, apalagi terkait sebuah perizinan. Terima kasih.

Dunia perfilman sudah memikirkan dampak dan risikonya. Menjadi sebuah harapan, bisa diduplikasi diadaptasi untuk Teater.

 

Pertanyaan 3 (Diah Ayu)

Izin bertanya, Kak. Terlepas dari situasi akibat pandemi kali ini, berdasarkan pengalaman kakak yang telah lama berkecimpung di dunia teater, apa saja sih yang sering menjadi kendala dalam berteater? Bagaimana kakak menyikapi kendala tersebut? Mohon penjelasannya untuk wawasan bagi kita yang belum terlalu berpengalaman.

Di luar kampus-soal kedisiplinan. Manajemen waktu tidak terkontrol jika tidak disiplin waktu dan timing rencana atau agenda yang molor.

[button link=”https://sukusastra.com/category/sastra/nonfiksi/” type=”big” color=”red”] Baca Kumpulan Artikel Suku Sastra[/button]

Pertanyaan 4 (@roghibMR)

Izin berkomentar, Kak. Bicara digital download nih, mungkinkah dengan kepingan VCD bisa jadi solusi ticketing?

Otomatis kita beli VCD itu sebagai apresiasi proses tersebut.

 

Pertanyaan 5 (Dzaki Pong)

Kira-kira gebrakan apa dari teater atau pegiat seni yang khususnya di jogja untuk menghadapi kondisi seperti ini, apakah ada alternatif lain selain virtual? Sedangkan bioskop akhir juli katanya sudah buka.

Kecepatan film dan teater tidak dapat diperbandingkan. Bioskop menayangkan film yang sudah diproduksi sejak lama sehingga sudah dapat dibuka kembali. Dari hal tersebut kita dapat mencontoh atau memfilter cara-cara saat bioskop sudah buka. Saat ini belum ada salah satu gebrakan.

 

Kesimpulan:

Di masa pandemi ini, dunia teater di luar kampus masih mengalami suatu hal yang stagnan, belum menemukan formula yang cukup ampuh untuk kembali mementaskan seperti biasanya, alih-alih di kampus jangan gegabah untuk melakukan pentas jika berdampak pada hal-hal yang tidak baik, lebih baik memikirkan alternatif-alternatif lain atau membuka ruang-ruang diskusi. Simpan tenaga agar setelah pandemi ini bisa langsung berkarya.

Tuliskan komentar