Judul : 50/50 Belajar Inovasi untuk Menang
Penulis : Ade Febransyah
Penerbit : Kepustakaan Populer Gramedia
Cetakan : Pertama, September 2016
Tebal : 202 halaman
ISBN : 978-602-6208-28-6
Para innovator adalah pemberani untuk berubah demi solusi. Lihat saja seorang insinyur muda, Wang Chuan Fue (29), pada tahun 1995 mendirikan pabrik batere bernama BYD di Tiongkok. Berkat visi dan keuletan, hanya dalam waktu lima tahun BYD berubah dari pabrik kecil menjadi produsen batere terbesar di dunia. Kini, BYD sudah memasuki tahap sebagai inovator sejati dengan bermain di industri masa depan. Berbagai ide kreatif dan perubahan yang diterapkan secara konsisten membawa BYD masuk top 10 besar perusahaan terinovatif sedunia versi Businessweek & BCG pada 2010. (halaman 4 – 5).
Pelajaran pertama dari para inovator adalah berani menghadapi kegagalan. Ereka mempunyai istilah innovate to fail. Pelajaran lain learning to see. Inovasi menuntut untuk mampu melihat dan memahami, terutama problem masyarakat, beserta kebutuhan, keinginan, dan hasrat tersembunyi. Pelajaran berikutnya learning to conceptualize. Makanya, merancang konsep yang tepat merupakan tantangan sangat sulit dalam berinovasi.
Kebanyakan dari pelaku bisnis masih enggan keluar dari zona nyaman karena dalam inovasi ada ketidakpastian. Belum lagi kalau harus menggunakan indikator ROI (Return on Investment) untuk menjustifikasi suatu inisiatif inovasi. Riset dan pengembangan suatu kemewahan. Sementara ROI menjadi restraint on innvation (halaman 12). Sayangnya, ketika suatu perusahaan sudah memiliki segala sumber daya yang mumpuni, tapi justru tidak mau keluar dari zona nyamannya. Di tengah zaman yang terus berubah cepat, pebisnis dituntut untuk membangun rantai inovasi dengan sangat lentur agar siap menghadapi perubahan dan bisnisnya tetap relevan.
Banyak perusahaan mengatakan ingin melakukan inovasi, kenyataannya hanya segelintir yang benar-benar beraksi. Dengan kata lain, kata inovasi baru sekadar cita-cita, belum diwujudkan. Sementara itu, di awal 2010 tablet Apple generasi pertama diluncurkan Steve Jobs. Hanya dalam dua bulan sudah muncul tablet-tablet serupa buatan Taiwan.
Jangan anggap remeh pengimitasi. Jika mereka cerdas dalam artian juga menghasilkan karya orisinal, bukan tidak mungkin menjadi innovator juga.
Bagaimana inovasi di Indonesia? Macan Asia seperti Korea Selatan, Tiongkok, India, dan Taiwan mampu, bisakah Indonesia berinovasi? (halaman 21)
Menghadapi serbuan produk luar, Indonesia tidak perlu pesimis. Bisnis di Indonesia dapat menawarkan konsep bisnis bernilai tinggi khas. Jadi, beranilah berinovasi. Tujuan utama berinovasi adalah menghadirkan karya yang bernilai tinggi. Tidak ada keunggulan abadi di dunia inovasi. Yang ada peluang abadi yang harus ditemukan dan dikomersialkan.
Contoh di awal taun 2000-an, siapa yang menduga handphone Samsung akan mendunia seperti sekarang? Dikenal di pasar domestik sebagai penghasil AC, TV, dan kulkas, tiba-tiba mereka menawarkan handnphone.
Jika sekarang belum banyak menemukan perusahaan berinovasi menandakan bahwa inovasi belum menjadi prioritas perubahan (halaman 185) Hal ini diperkuat dengan masih rendahnya anggaran perusahaan untuk riset dan pengembangan.
Maka tibalah saatnya pemimpin perusahaan berani meninggalkan zona nyaman untuk mencoba peruntungan melalui riset dan pengembangan. Memang tidak menjamin 100 persen berhasil. Namun dengan melakukan inovasi, pintu-pintu keberhasilan akan terbuka dengan sendirinya. Pada gilirannya, kesuksesan berinovasi secara global tidak terelakkan.
Ade Febransyah, seorang pendiri dan peneliti utama di Center for Innovation Opportunities & Development yang telah melintang di dunia inovasi berhasil meracik serba-serbi inovasi dengan bahasa yang ciamik.
Lebih dari sekadar memasyarakatkan ide, buku ini dapat dijadikan inspirasi dan memotivasi siapapun untuk memulai langkah inovasi. Mengenal sosok-sosok inovasi, mencari peluang-peluang, dan pada gilirannya membuka wawasan serta menguatkan tekad kita untuk memasuki dunia inovasi.