Menu

Dongeng H. C. Andersen: Putri Duyung

 

Di mana putri duyung hidup? Di dasar laut, jawabnya. Ya, di dasar laut terdapat istana putri duyung. Tinggallah di dalam sana, lima putri duyung dengan seorang neneknya. Mereka setiap hari bermain bersama dengan senang. Tidak lama mereka akan remaja, dan nenek berkata bahwa jika mereka berusia lima belas tahun, maka diperbolehkan untuk melihat ke permukaan laut.

Di antara lima putri duyung bersaudara itu, putri termudalah yang paling cantik dan suaranya indah. Maka ia pun yang paling terakhir bisa melihat ke permukaan laut. Setiap saudara pulang dari permukaan laut, ia diceritakan banyak hal tentang keindahan di luar istananya. Semakin kuatlah keinginan dalam hatinya. Maka, ketika tepat berusia lima belas tahun, putri kecil itu tak menundanya lebih lama. Ia segera berenang dengan cepat menuju permukaan laut.

Di atas, laut ia melihat sebuah kapal besar. Sebuah pesta diadakan di dalamnya. Putri kecil itu mendekati kapal, dan alangkah ia terpana melihat seorang laki-laki tampan. Rupanya laki-laki itu adalah seorang pangeran yang sedang merayakan ulangtahunnya yang ke enam belas. Rasanya, itulah cinta pertama bagi putri kecil. Tetapi sayang, peristiwa itu berlangsung cepat. Sebuah badai datang dan menghantam kapal pengaran dan semua isinya tenggelam. Tak tega melihat itu, putri kecil menyelam dan mencari pangeran. Setelah ditemukan, putri kecil menjaga kepala pangeran agar tetap di atas air dan mendorongnya ke tepian pantai.

Di pantai itu, putri kecil memangku kepala pangeran. Namun tiba-tiba serombongan gadis datang dan putri kecil sembunyi di balik bebatuan. Seorang putri dari rombongan itu mendekati pangeran yang tiba-tiba juga terbangun. Pangeran mengucapkan terima kasih karena putri itu telah menyelamatkan hidupnya. Putri duyung kecil bersedih. “Akulah yang menyelamatkanmu,” katanya lirih.

Di istananya, putri kecil terus memikirkan sang pangeran. Ia bertanya kepada neneknya perihal manusia. Sang menceritakan bahwa manusia hidupnya lebih pendek dari mereka tetap memiliki jiwa yang abadi. Duyung tak memiliki jiwa abadi. Ketika manusia mati, maka jasadnya dimakamkan, sementara duyung akan berubah menjadi buih di laut dan ke pinggir pantai ketika mati. Sebab itulah, tak ada makam putri duyung di dasar laut.

 

[button link=”https://sukusastra.com/category/sastra/fiksi/prosa/” type=”big” color=”red”] Baca Kumpulan Prosa Suku Sastra[/button]

 

Di hatinya, cinta terlanjur bersemayam. Ia berpikir keras agar bisa menemui pangeran. Maka ia mendatangi duyung penyihir. Penyihir itu bersedia membantu, “Kau ingin menukar ekor ikanmu dengan sepasang kaki untuk membuat pangeran jatuh cinta padamu dan mendapatkan jiwa yang abadi kan? Kau tahu putri kecil, itu adalah hal terbodoh yang akan membawamu ke penderitaan. Aku hanya bisa membantumu hari ini. Berenanglah ke pantai lalu minumlah ramuan ini sebelum matahari terbit, maka ekor ikanmu akan berubah menjadi kaki. Semua orang yang melihatmu akan menganggap bahwa kau adalah seorang gadis kecil yang amat cantik dan anggun. Tetapi setiap langkah yang kau ambil akan terasa seperti menginjak pisau yang sangat tajam. Dan ketika lelaki yang kamu cintai menikah dengan orang lain, kamu akan menjadi buih bersamaan dengan matahari terbit. Jika kau bisa menanggung semua ini, maka aku akan membantumu.”

Disanggupinya rasa sakit itu. Tapi penyihir mengajukan syarat. Ia menginginkan suara indah putri kecil. Mulanya ditolak, namun akhirnya diberikannya. Lidah putri kecil dipotong dan kini ia tak lagi bisa bicara. Setelahnya, putri duyung segera ke pantai dan meminum ramuan itu. Kaki serasa ditusuk pedang dan ia pingsan. Ketika bangun, pangeran menemukannya. Kini ia memiliki kaki seperti manusia. Ia dibawa ke kerajaan, diberi pakaian yang indah.

Di kerjaan itu, pengarang bercerita bahwa ia lelah pergi ke berbagai kerjaan untuk menikah dengan putri raja, tapi hatinya sudah terpaut pada putri yang telah menyelamatkannya dulu di pantai. Hati putri kecil teriris, tapi tak bisa menjelaskan karena ia tak bisa bicara. Putri kecil menemani pangeran menemui putri yang dianggap menyelamatkannya. Lalu pernikahan mereka pun dilaksanakan.

Di atas kapal sebuah pesta digelar. Putri kecil menari dengan lincah dengan hati tersayat perih. Kekasih hatinya telah menikah dengan orang lain, sementara ia tak bisa berbuat apa-apa. Ketika semua orang di kapal itu telah tertidur, empat saudara putri kecil itu mendatanginya.

“Di rumah penyihir, kami menukarkan rambut kami dengan pisau ini. Tusuklah dada pangeran. Darahnya akan mengalir kakimu dan bisa mengubahnya menjadi ekor ikan. Ini malam kesempatan terakhirmu. Neneknya juga menukar rambutnya untuk pisau ini.”

Di kamar pangeran, putri kecil bersiap menjadi pembunuh. Lelaki yang dicintainya itu tengah memeluk istrinya. Ketika pisau diayunkan, pangeran mengigau menyebut nama istrinya. Putri kecil kaget dan segera berlari keluar kamar. Ia pun menuju keluar kapal, dan saat itulah matahari terbit. Putri kecil melompat ke dalam air, dan buih bertebaran.

Di pagi yang cerah, Pangeran dan istrinya bangun. Mereka mencari putri kecil, tapi tak menemukan. Namun ketika melihat ke laut, mereka terheran-heran mengapa ada buih yang sangat banyak di sekitar kapal mereka.

No Responses

Tuliskan komentar