Dada Yang Patah
Tiga puluh hari sudah kutanam doa-doa
setinggi ombak seluas samudra
sejauh mata mengingat segala kenang
yang tertinggal hanyalah baying-bayang
yang alpa meneguhkan nyala menara suar
karam dalam kepak nyanyi camar
kau tahu, betapa sulitnya membunuh ingatan
membungkam langit bergambar kepedihan
sebab akulah ruang remang pada reruntuhan karang
terang matahari yang begitu nyalang
kelak membakar tubuhku, dadaku, asaku
juga semua cerita tentangmu
dan kini, separuh hatimu bukan lagi aku!
Tangerang, 30 September (E)
Alamat Rindu
pada duka mana lagi harus kupalingkan wajah
sedang rindu tak mengenal kata sejarah
tangan-tangan yang menggapai dalam gundah
mengunci mulutku dalam tasbih gelisah
ketika turun gerimis pertama yang basah
kau kunang-kunang yang riuh beterbangan
meniupkan luka demi luka di atas kenangan
menerbangkan sisa harapan di tangan
mati sebelum padam lampu jalanan
sebelum subuh menggemakan azan
kepedihan singgah begitu sempurna
menetes diam-diam di dalam dada
rinduku sudah teramat ingin pulang
meski perih sembilu akan menghadang
kupinta restu dalam doadoa yang tualang
Sepanjang Ciledug-Kedoya, 1 Oktober (E)
Waktu Yang Diam
Diam-diam ia menepi
karena kepergian adalah kepedihan yang sunyi
berkali-kali dibunuhnya debar hati
meski keinginan kerap tak mau mati
selebihnya hanya ada sepi
jika waktu dapat mengelabui jarum jam
dibiarkannya doa-doa yang tak pernah khatam
percakapan-percakapan yang tenggelam
seperti ingatan yang ingin pergi dari masa silam
kemudian menghilang dalam diam
diam-diam ia pergi, tak lagi duduk di sini
tidakkah kau sadari?
Tangerang
Dalam Tubuhku
dalam tubuhku mengalir jalan-jalan rindu
jalan yang berkelok penuh liku
yang terjal berbatu-batu
dadaku, tempat segala tertumpah
segala puja-puji dan sumpah serapah
saat waktu kehilangan arah
sepasang lengan yang erat menggenggam namamu
tercampak sia-sia dalam nyeri duka
berkubang tetes air mata
setelah kau lukis senja di punggungku
cerita apalagi yang akan kau gores di jantungku
sebagai luka dengan seribu ngilu?
Tangerang, 20 September (E)
Luka
pada jemari waktu yang tabah
kuserahkan segala luka yang paling basah
sepasang ingatan yang gagal menghapus rindu
seperti puisi-puisiku yang tenggelam di beranda matamu
waktu ke waktu ingin segera berlari
membujuk nyeri yang kerap sambangi nadi
tegar memainkan ingatan pada deretan namamu
rebahkan kenangan atas nama masa lalu
telah kau buat luka sedalam lembah
securam dinding tebing yang gagah
seluas samudra membuncah
selepas takdir memisah, lelah
Tangerang, 13 September (E)
Biodata Penulis
Novy Noorhayati Syahfida lahir pada tanggal 12 November di Jakarta. Alumni Fakultas Ekonomi dengan Program Studi Manajemen dari Universitas Pasundan Bandung. Puisi-puisinya telah dipublikasikan di berbagai media cetak, media online, dan juga di lebih dari 90 buku antologi bersama. Namanya juga tercantum dalam Profil Perempuan Pengarang & Penulis Indonesia (Kosa Kata Kita, 2012). Tiga buku kumpulan puisi tunggalnya yang berjudul Atas Nama Cinta (Shell-Jagat Tempurung, 2012), Kuukir Senja dari Balik Jendela (Oase Qalbu, 2013) dan Labirin (Metabook, 2015) telah terbit. Saat ini bekerja di sebuah perusahaan kontraktor dan menetap di Tangerang.
Ilustrasi oleh Mathorian Enka.
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.