Menu

Cerpen Nur Pratama M | GADIS DAN ORANG ASING

Gadis itu berlari mengejar kereta yang semakin menjauh. Dia melambaikan tangan pada lelaki di dalam kereta, seseorang yang baru dikenalnya. Menyadari kereta terlalu jauh meninggalkannya, dia berhenti sambil mencari tempat untuk mengistirahatkan tubuhnya yang lelah, sejenak untuk menyandarkan punggungnya yang nyeri. Sambil mengusap dahi yang berkeringat, dia duduk di kursi dan bernafas pelan untuk menenangkan diri. Wajahnya datar tanpa emosi, namun dalam hatinya ada perasaan yang tidak dapat didefinisikan, bukan sedih ataupun senang, hanya perasaan yang kosong.

Kisah ini dimulai saat gadis tersebut melakukan ritual uniknya, mendatangi stasiun kecil dibelakang rumahnya menjadi kebiasannya di pagi hari. Matanya yang hitam pekat mengamati setiap orang yang keluar dan masuk stasiun sambil menikmati cilok pedas kesukaannya. Ketika dia mulai bosan dikeluarkannya sesuatu yang sudah disiapkannya dari rumah untuk mengusir rasa kantuk. Tangannya mengambil sebuah benda berbentuk persegi panjang, buku Aleph yang ditulis oleh penulis Paulo Coelho, Duta Perdamaian tahun 2007 yang saat ini tinggal di Rio de Janeiro, Brazil. Dibukanya setiap halaman dari buku tersebut, dirinya semakin meninggalkan kehidupan nyata dan masuk ke dalam dunia imajinasi yang dibuatnya sendiri.

Lelaki itu berjalan tanpa suara, kemudian mendekatinya perlahan. “Apa yang kau ketahui tentang Aleph?” tanya lelaki itu. Gadis itu hanya diam beberapa saat, seolah-olah sedang memikirkan hal yang akan diucapkannya “Aleph adalah segala sesuatu yang berada pada waktu dan tempat yang sama, seperti melihat sebuah imajinasi tentang hidup, mati, senang, sedih, perang, kedamaian, benci, jijik, rindu, namun hal tersebut muncul pada waktu yang bersamaan”. Lelaki itu hanya terdiam tanpa membahas lebih lanjut tentang buku tersebut. Gadis itu menutup bukunya, kemudian bertanya kepada lelaki itu “Apa kau merasakan Aleph saat melakukan perjalanan?” Lelaki itu kemudian mengambil buku yang mirip dengan milik gadis itu dari dalam ransel punggungnya, ditunjukannya untuk menjawab pertanyaan gadis itu. “Aku tanya apa kau juga merasakannya?” tanya gadis itu lagi. “Aku suka melakukan perjalanan tak terduga dan tak terencana, karena  saat itu aku merasakan Aleph.” Jawab lelaki itu.

Sudah banyak hal yang mereka bicarakan, cerita yang membuat mereka tertawa terbahak-bahak, cerita dengan tangisan tanpa suara dari gadis itu, bahkan cerita yang menciptakan keheningan sesaat karena berusaha untuk memahami hal yang baru saja dibicarakan. Kadang juga percakapan yang tak ada artinya. Lelaki itu merogoh sakunya, diambilnya earphone dan dipasangkannya ke telinga gadis itu. Sebuah lagu instrument Choppin mengalir lembut memasuki telinga mereka masing-masing.

“Aku sadar kita tidak dapat berharap pada manusia, memutuskan untuk melanjutkan hidup sendiri, berjuang sendiri itu lebih baik saat ini” lelaki itu terbawa suasana.

“Tapi aku percaya bahwa semua manusia adalah orang asing, bahkan orang tua kita adalah orang asing pada awalnya, bukankah itu lebih menenangkan?” gadis itu tersenyum.

“Kurasa kau ada benarnya, melalui orang asing banyak hal yang dipelajari tentang menerima perbedaan yang terlihat atau tidak, bahkan perbedaan yang menjadi ideologi dalam hidup seperti keyakinan, untuk meyakinkan pada diri sendiri bahwa kemanusiaan di atas keyakinan.”

Tanpa sadar gadis itu menyandarkan kepalanya pada pundak lelaki itu, rasa tenang menciptakan sebuah ruang hampa, tanpa ada suara yang dapat menembus, hal yang sudah lama tak dirasakannya.

Lelaki itu mengambil telepon genggam dari sakunya. Sekilas ada sebuah foto seorang wanita dan anak kecil di layar karena panggilan telepon yang tiba-tiba muncul. Gadis itu berpura-pura tidak melihat hal yang baru saja dilihatnya, lelaki itu berjalan menjauh untuk menjawab panggilan. Dari kejauhan gadis itu tidak mengerti percakapan yang sedang dibicarakan lelaki itu melalui telepon, namun satu-satunya bahasa yang dipahaminya adalah bahasa tubuh dan ekspresi wajah lelaki itu. Hal itu menjawab bahwa panggilan telepon itu adalah kehidupan sebenarnya. Seseorang yang sangat disayanginya. Lelaki itu semakin jauh, kemudian tak kembali lagi pada gadis itu.

Gadis itu mengeluarkan sebuah jurnal hariannya, kemudian menuliskan sesuatu. Bagiku kamu adalah orang asing, bagimu aku adalah orang asing. Kita sama-sama menolak untuk mengatakan kita bukan orang asing.

 

Tentang Penulis

Nur Pratama M berdomisili di Belitung Timur, penulis bisa dihubungi melalui instagram di @pratama_maryakurnia.

Ilustrasi oleh Mathorian Enka

 

No Responses

Tuliskan komentar