Jumat, 13 September 2024
Pertemuan perdana Laboratorium Prosa Fiksi Eksperimental Suku Sastra masih bertempat di The Ratan. Waktu kegiatan hari ini dimulai dari pukul 15.00 hingga 17.00 WIB. Sedikit meleset dari rencana awal, acara baru dimulai kurang lebih pukul setengah empat. Setelah forum dibuka oleh moderator, Bang Raudal sebagai narasumber hari ini mulai menerangkan garis besar “eksperimental”.
“Eksperimen” dan “eksperimental” merupakan dua hal yang berbeda, menurut beliau.
Eksperimen adalah etos kerja di bidang seni. Pada hakikatnya penulis terus melakukan eksplorasi pada tiap proses kreatifnya dan belum terbebani persoalan label eksperimental.
Eksperimental/karya eksperimental sudah tertata dan terkonsep. Penulis sudah harus mempunyai niat untuk membangun karya/cerpen eksperimental tersebut.
Bang Raudal memberikan beberapa contoh dari karya Putu Wijaya, Danarto, Idrus, Seno Gumira, dan cerpenis lainnya. Karya eksperimental bisa dihadirkan lewat tipografi, kalimat, dan tata bahasa. Bisa juga lewat metafora dan simbol-simbol yang disajikan penulis.
Diselingi satu pertanyaan dari peserta, yaitu apakah, dengan menggunakan lagi konsep atau cara kerja eksperimental tokoh terdahulu, karya kita masih bisa disebut karya eksperimental atau hanya meniru?
“Kita sebagai penulis tidak ujug-ujug membuat karya eksperimental. Dalam menggunakan konsep/referensi dari karya lain, pasti akan tetap ada karya eksperimental baru yang dihasilkan,” jawab Bang Raudal untuk pertanyaan pertama.
Selanjutnya, Bang Raudal menunjukkan beberapa buku karya eksperimental yang ia bawa, dilanjutkan dengan menceritakan proses kreatifnya terutama pada kedua buku karyanya, yaitu Kota-Kota Kecil dan Cerita-Cerita Kecil.
Kota-Kota Kecil bereksperimen dengan latar/setting. Potensi dari eksperimen kecil tersebut untuk dioptimalkan lagi dengan dialog-dialog antar-wilayah atau kota oleh narator (penulis). Ada juga yang dituliskan secara langsung.
Cerita-Cerita Kecil penuh dengan bahasa, cerita-cerita lokal, dongeng, juga hikayat atau pengalaman pribadi dalam hidup. Dalam buku ini, Bang Raudal memperhatikan pola-pola bahasa yang sederhana seperti percakapan sehari-hari.
“Cara ibu saya bertutur, mungkin juga ibu-ibu yang lain, tidak mengindah-indahkan bahasa dan saya menghadirkan kesederhanaan itu dalam cerita,” ucapnya.
Setelah itu sesi tanya jawab kembali dibuka. Beberapa pertanyaan dan sharing pun ditampung dan dilontarkan. Bang Raudal menjawab satu per satu dengan runut.
1. Babad adalah lahan subur untuk cerpen eksperimental dengan tidak melupakan unsur-unsur/nilai dalam suatu wilayah atau adat. Lalu, beliau memberi saran untuk bisa dieksplorasi lagi, misalnya mengambil satu peristiwa atau satu analogi menjadi cerita besar.
2. Berangkat dari epos/sejarah, yang bisa jadi eksperimental lewat kata-kata dan strategi luasnya ruang yang bisa ditulis ulang.
3. Bagaimana agar tidak menghadirkan cerita sebagaimana cerita pada umumnya? Hewan berbicara atau benda berbicara sudah menjadi hal yang jamak. Maka, kita bisa mengubah pola itu. Biodata dan soal cerita, adalah ide yang bisa dipikirkan lagi agar mendapatkan sisi eksperimental.
Setelah pertanyaan dan juga diskusi singkat selesai, Bang Raudal memberi feedback singkat satu per satu pada draf dan konsep yang sudah dibuat oleh teman-teman peserta.
Kurang lebih dua jam berlalu, sesi ini diakhiri dengan sesi dokumentasi dan penyerahan simbolis seminar kit.
Hari mulai gelap. Beberapa dari kami mencari tempat dan melanjutkan lagi diskusi dengan penanggung jawab kelas cerpen yang kerap disapa Mbah itu. Sembari makan malam, kami saling bertukar pendapat dan hal baru yang didapat.
Sampai bertemu lagi Rabu depan di pertemuan kedua, teman-teman.