Pagelaran Puisi dan Seni Tradisi Barongan
“Ratna Manggali dan Bahula”
Jumat, 9 Agustus 2019
Embung Langensari, Jl. Kusbini No.35, Klitren, Gondokusuman, Kota Yogyakarta
SATULANA
Satulana merupakan kelompok seni pertunjukan yang lahir dari komunitas
sastra alternatif bernama Ngopinyastro Yogyakarta, resmi didirikan di Yogyakarta untuk
jangka waktu yang tidak terbatas. Satulana adalah sebuah nama dari dua orang yang
menyatukan diri dalam kelompok seni pertunjukkan berbahan dasar puisi. Ketertarikan
mereka berdua terhadap sastra dan hal-hal di luar sastra membawa mereka berinisiatif
mencampurkan segala multidisiplin seni menjadi sebuah pertunjukkan. Selain merawat spirit
moyang dalam berkesenian, Satulana juga hadir sebagai illustrator puisi di atas panggung.
Sejauh ini Satulana sudah bergerak-merakap dari panggung satu ke panggung lainnya.
Selain mengisi di berbagai acara yang mengundang, Satulana juga bergegas menciptakan
panggung sendiri dengan mengangkat isu wacana yang Satulana anggap krusial untuk
didialogkan. Dengan penuh kesadaran bahwa kelanggengan tak serta-merta dapat dilakukan
sendiri, Satulana juga dengan segenap kerendahan hati meleburkan diri bersama komunitas
lain untuk mempertemukan sastra dengan rupa, musik, dan segala yang berada di luar sastra
yang mungkin untuk didampingkan –baik dalam suasana panggung maupun karya.
Maka, atas segala kepedulian lagi kebijaksanaan Satulana dalam menghidupkan
tradisi sastra khususnya puisi, besar harapan Satulana mampu menjadi inspirasi bagi
masyarakat, pekerja seni, dan pegiat sastra untuk sejenak membuka diri dan berbenah kendati
hanya melalui seni pertunjukan.
PAGELARAN PUISI DAN KESENIAN BARONGAN
Puisi merupakan salah satu karya sastra tertulis –yang dalam perkembangannya, para
pegiat-pegiatnya sudah mendekatkan pusi ke dalam masyarakat melalui banyak hal. Salah
satunya adalah pertunjukan. Dinamika tersebut mampu menjadikan puisi tetap eksis sampai
era sekarang ini. Bahkan dapat dikatakan pengemasan pertunjukan puisi telah dilakukan
dengan beragam bentuk. Mulai dari musikalisasi puisi, teatrikalisasi puisi, puisi gerak, dan
puisi konkret. Berangkat dari fenomena tersebut, kali ini Satulana mencoba mengilustrasikan
puisi di atas panggung dengan menggandeng kesenian tradisional Barongan.
Inisiatif untuk melibatkan seni tradisional barongan dalam karya Satulana kali ini
bermula dari tolehan kepala masing-masing personel di lingkungan Yogyakarta khususnya
yang lekat dengan budaya dan tradisi. Selain itu, pagelaran ini juga sebagai wujud kecil
apresiasi dan rasa bangga Satulana karena kesenian barongan Blora telah dinobatkan sebagai
warisan budaya dunia tak benda oleh UNESCO. Hal tersebut tentunya juga berdampak pada
barongan di daerah lainnya, mengingat penghargaan barongan yang telah mendunia, dan
eksistensinya yang masih terjaga di tengah perayaan kesenian modern. Kekhawatiran akan
lunturnya aspek budaya dan tradisi di zaman sekarang itulah yang menjadi salah satu misi
Satulana untuk membawa budaya dan tradisi tersebut ke dalam dimensi yang lebih mudah
untuk diterima oleh masyarakat kini.
Dalam konsep pertunjukan tersebut, seni tradisional Barongan tidak hanya hadir
sebagai kisah yang Satulana transformasikan dalam bentuk puisi. Akan tetapi, pertunjukan ini
juga mengikutsertakan pagelaran kesenian tradisional barongan secara utuh –berikut musik
gamelan dan fungsinya sebagai ritual serta hiburan. Demikian halnya dengan Satulana yang
tidak hanya menghadirkan deklamasi puisi, namun juga gerak, teatrikal, dan musik modern.
Penggunaan puisi sebagai media penyampaian tentu dikarenakan puisi menjadi hal yang
cukup dekat dengan Satulana dan ssasaran utama audiens pagelaran ini yaitu masyarakat
milenial.
Mengenai kisah barongan sebagai wacana dasar pertunjukan, Satulana
mengembangkan bagian kisah dengan memfokuskan kepada tokoh Ratna Manggali dan
Bahula. Kedua tokoh tersebut memiliki cukup andil dalam kebermulaan barongan versi
Calonarang. Namun keberadaan dan kompleksitas Ratna Manggali dan Bahula belum
terceritakan secara independen. Selain itu, kisah yang diangkat Satulana tidak lain juga
berangkat dari spirit-spirit naskah sebelumnya tentang petuah kehidupan. Salah satu petuah
yang dapat diambil dari kisah barongan adalah rwa bineda. Keberadaan baik-buruk sebagai
penyeimbang kehidupan tersebut kita kemas dalam kisah Ratna Manggali dan Bahula.
Bahwasanya dalam kehidupan ini tak ada yang menang atau yang kalah, kebaikan dan
keburukan akan terus berjalan beriringan secara turun temurun.
Berdasarkan benang merah permasalahan di atas, maka pagelaran ini diharapkan
mampu menjadi salah satu solusi yang pada nantinya bisa dikembangkan lebih lanjut.
NARAHUBUNG
Nomor Telepon : +62822-4220-8886 (Riska)
Email : satulanaart13@gmail.com
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.